Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
1.1 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran yang
bernaung dalam teori konstruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif
muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya siswa secara rutin
bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang
kompleks. Isjoni (2010:15) mengemukakan cooperative
learning berasal dari kata cooperative
yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainsebagai satu kelompok.
Lasmawan (2010:296)
menyatakan bahwa “model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu
model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran.
Sedangkan Ibrahim (2001) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai tiga macam tujuan pembelajaran, yaitu: hasil
belajar akademik; penerimaan terhadap keragaman; dan pengembangan terhadap
keterampilan sosial. Pembelajaran
kooperatif dalam tujuan untuk mencapai hasil belajar akademik, dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
Di dalam kelas
kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari 4-5 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin,
suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok
tersebut adalah untuk memberikan kesempatan pada semua siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama
bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan
materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk
mencapai ketuntasan belajar (Trianto, 2007: 41).
Roger dan david Jhonson
(dalam Lie, 2007:31) menyatakan bahwa”tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsure model
pembelajaran kooperatif harus diterapkan yaitu: (1) saling ketergantungan
positif, (2) tanggungjawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar
kelompok, (5) evaluasi proses kelompok”.
Pengalaman sosial
seseorang akan tumbuh melalui percakapan-percakapan bermakna yang dilakukannya
dengan teman sebaya. Hal ini berarti model pembelajaran kooperatif merupakan
suatu teori pembelajaran yang bertitik tolak pada penerapan keterampilan-keterampilan
sosial yang ada. Sehingga memungkinkan siswa untuk mencapai tujuan secara
bersama-sama, karena dalam diri siswa terdapat asumsi bahwa tujuan pembelajaran
tidak akan tercapai bila siswa lain belum mencapai tujuan tersebut.
1.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Trianto (2007)
menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1) Untuk
menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar kelompok secara kooperatif.
2) Kelompok
dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3) Penghargaan
lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Isjoni (2010:20)
ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif adalah (a) setiap anggota memiliki
peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap
anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan.
Untuk mengetahui
cirri-ciri pembelajaran kelompok kooperatif, kita perlu membedekannya dengan
pembelajaran kelompok konvensional. Perbedaan belajar kelompok kooperatif
dengan kelompok konvensional dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel
01. Perbedaan belajar kelompok kooperatif dengan kelompok konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif
|
Kelompok Belajar Konvensional
|
Adanya saling ketergantungan positif , saling
membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
|
Guru sering membiarkan adanya siswa yang
mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
|
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur
penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan
balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan siapa yang dapat memberikan bantuan.
|
Akuntabilitas individual sering diabaikan
sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok
sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan
“pemborong”.
|
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa memberikan bantuan.
|
Kelompok belajar biasanya homogen.
|
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau
bergilir untuk memberikan pengalaman
memimpin bagi para anggota kelompok.
|
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru
atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
|
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja
gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai
orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
|
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung
diajarkan.
|
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung
guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi
jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
|
Pemantauan melalui observasi dan intervensi
sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
|
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang
terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
|
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok
yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
|
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas
tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling
menghargai).
|
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
|
Trianto (2007)
1.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran
kooperatif berbeda dengan konvensional yang menerapkan sistem kompetisi di mana
keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Trianto
(2009:57) menyatakan bahwa “ide utama dari pembelajaran kooperatif ini adalah
siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggungjawab pada kemajuan belajar
temannya”. Pendapat ini diperkuat oleh
pendapat slavin (dalam Trianto, 2009:57) yang menyatakan bahwa “pembelajaran
kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat
dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi”.
Johnson (dalam Trianto.
2009:57) juga menyatakan bahwa “tujuan pokok belajar kooperatif adalah
memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman
baik secara individu maupun kelompok.
Model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran
penting yaitu: hasil akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial (Arends dalam Trianto, 2007: 43).
1)
Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa model kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep
yang sulit.
2)
Penerimaan terhadap keragaman
Model kooperatif bertujuan agar siswa
dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.
Perbedaan tersebut antara perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan
tingkat sosial.
3)
Pengembangan keterampilan sosial
Keterampilan sosial yang dimaksud dalam
pembelajaran kooperatif antara lain yaitu berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan
ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan proses
belajar siswa untuk meningkatkan hasil akademik, penerimaan keberagaman, dan
pengembangan keterampilan sosial secara individu maupun kelompok.
1.4 Langkah-langkah Pembelajaran
Kooperatif
Pada pembelajaran
kooperatif terdapat enam langkah utama seperti digambarkan sebagai berikut.
1) Menyampaikan
tujuan dan motivasi siswa
Guru
menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan motivasi siswa belajar.
2) Menyajikan
informasi
Guru
menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
3) Mengorganisasi
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
4) Membimbing
kelompok belajar dalam bekerja
Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5) Evaluasi
Guru
mengevaluasi hasi belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6) Memberikan
penghargaan
Guru
mencari cara-cara untuk menghargai hasil belajar individu maupun kelompok.
Model pembelajaran kooperatif
mempunyai beberapa tipe dengan langkah yang berbeda-beda. Salah satu tipe dari
model pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw.
1.5 Hakikat Pembelajaran Kooperatif
tipe Jigsaw
Metode pengajaran
jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya pada
tahun 1978 (Slavin, 2009). Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca,
menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Isjoni (2010:54) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi untuk
mencapai prestasi yang maksimal. Sedangkan Ibrahim, dkk (2000:6) menyatakan
proses belajar mengajar dengan model jigsaw ini berarti proses belajar mengajar
yang menempatkan siswa atau peserta didik untuk aktif dimana guru membagi siswa
ke dalam beberapa kelompok diberikan tugas dengan materi yang berbeda-beda.
Dari tugas-tugas yang diberikan masing-masing kelompok diharapkan mampu
mengembangkan materi yang diberikan sesuai dengan materi yang sudah diajarkan. Metode
pegajaran jigsaw adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari tim-tim heterogen beranggotakan 4 sampai 5 orang, materi pelajaran
yang diberikan kepada siswa dalam bentuk teks, setiap anggota bertanggung jawab
untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan itu, dan mampu
mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim lain.
Berdasarkan paparan di
atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah
pembelajaran dengan siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari 4-6 orang, heterogen dan bekerjasama saling membantu. Setiap anggota
kelompok bertanggung jawab atas ketuntasan bagian bahan pelajaran yang mesti
dipelajari dan menyampaikan bahan tersebut kepada anggota kelompok asal. Setiap
kelompok mendapat tagihan laporan diskusi kelompok dan dipresentasikan di depan
kelas.
Trianto (2007)
menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw sebagai berikut.
1) Siswa
dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).
2) Materi
pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi
menjadi beberapa sub bab.
3) Setiap
anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.
4) Anggota
dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam
kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
5) Setiap
anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajarkan
teman-temannya.
Pada pertemuan dan
diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu
(evaluasi).
Komentar
Posting Komentar