makalah tunanetra


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Banyak kasus yang terjadi berkenaan dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah umum, termasuk di Sekolah Dasar (SD) yang perlu mendapatkan perhatian dan layanan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Masing-masing anak memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri, khususnya mengenai kebutuhan dan kemampuannya dalam belajar di sekolah.
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan. Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai.
Anak-anak tersebut, tentu saja tidak dapat dengan serta merta dilayani kebutuhan belajarnya sebagaimana anak-anak normal pada umumnya. Guru di sekolah haruslah dapat memberikan layanan pendidikan pada setiap anak berkebutuhan khusus, hanya sayangnya masih banyak guru-guru di sekolah dasar yang belum memahami tentang anak berkebutuhan khusus. Hal demikian tentu saja mereka juga tidak akan dapat memberikan layanan pendidikan yang optimal. Apalagi anak-anak berkebutuhan khusus mencakup berbagai macam jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Sejumlah itu pulalah sebenarnya layanan pendidikan diberikan kepada mereka. Untuk itu perlu adanya pemahaman dan kreativitas seorang guru di sekolah dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran sesuai kebutuhan anak. Apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1.2.1        Apakah yang dimaksud dengan tunanetra?
1.2.2        Bagaimana klasifikasi anak tunanetra?
1.2.3        Bagaimana karakteristik anak tunanetra?
1.2.4        Faktor penyebab terjadi ketunanetraan?

1.3  Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas dapat dibuat  tujuan penulisan sebagai berikut:
1.3.1        Untuk mengetahui pengertian tunanetra.
1.3.2        Untuk mengetahui klasifikasi anak tunanetra.
1.3.3        Untuk mengetahui karakteristik anak tunanetra.
1.3.4        Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya ketunanetraan.
1.4  Manfaat Penulisan makalah
Manfaat yang bisa diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1.4.1        Bagi penulis, penulisan makalah ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan tentang pengertian tunanetra, klasifikasi anak tunanetra, dan karakteristik anak tunanetra. Selain itu juga untuk melatih membuat makalah yang baik dan benar.
1.4.2        Bagi pembaca, dengan membaca makalah ini tentunya akan menambah pengetahuan mereka mengenai topik yang dibicarakan dan diharapkan nantinya mampu membagi pengetahuan mereka kepada orang lain.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tunanetra
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat awam khususnya sering menganggap bahwa istilah tunanetra sering disamakan dengan buta. Pandangan masyarakat tersebut didasarkan pada suatu pemikiran yang umum yaitu bahwa setiap tunanetra tidak dapat melihat sama sekali.
Secara etimologis, kata tuna berarti luka, rusak, kurang atau tiada memiliki;  netra berarti mata atau penglihatan. Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata, sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra mengandung arti rusaknya penglihatan . Rumusan ini pada dasarnya belum lengkap dan jelas karena belum tergambarkan apakah keadaan mata yang tidak dapat melihat sama sekali atau mata rusak tetapi masih dapat melihat, atau juga berpenglihatan sebelah. Sedangkan pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat dan menurut literatur berbahasa Inggris yaitu visually handicapped atau visually impaired. Banyak orang yang memberikan definisi tentang tunanetra tergantung dari sudut pandang seseorang berdasarkan kebutuhannya. Dengan demikian hal tersebut akan melahirkan keanekaragaman definisi tunanetra tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan. Menurut beberapa ahli, pengertian tunanetra adalah.
1)      Frans Harsana Sasraningrat mengatakan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi itu disebabkan oleh karena kerusakan pada mata, syaraf optik dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual .
2)      Irham Hosni menegaskan bahwa seseorang dikatakan tunanetra adalah orang yang kedua penglihatannya mengalami kelainan sedemikian rupa dan setelah dikoreksi mengalami kesukaran dalam menggunakan matanya sebagai saluran utama dalam menerima informasi dari lingkungannya.
3)      Drs. Nurkholis menyatakan bahwa tunanetra adalah kerusakan atau cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat atau buta.
4)      Persatuan Tunanetra Indonesia/Pertuni mendifinisikan ketunanetraan sebagai berikut : Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (kurang awas). Yang dimaksud dengan 12 point adalah ukuran huruf standar pada komputer di mana pada bidang selebar satu inch memuat 12 buah huruf . Akan tetapi, ini tidak boleh diartikan bahwa huruf dengan ukuran 18 point, misalnya pada bidang selebar 1 inch memuat 18 huruf.

2.2  Klasifikasi Anak Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda-beda. secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1.      Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang yang dikatakan penglihatannya normal, apabila hasil tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter. Klasifikasi Tunanetra (visual impairment) berdasarkan kemampuan daya penglihatan .Penglihatan yang normal memiliki ketajaman penglihatan  6/6 - 6/7,5 yaitu jika sesorang dapat melihat benda dengan jelas pada jarak antara 6 sampai dengan 7,5 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 95% - 100%. Penglihatan dengan ketajaman 6/9 - 6/21 masih tergolong kepada penglihatan hampir normal yaitu jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 9 sampai dengan 21 meter maka perbandingannya dengan orang dengan penglihatan hampir normal adalah sejauh 6 meter atau efisiensi penglihatan sebesar 75% - 90%. Maka klasifikasi Tunanetra (visual impairment) berdasarkan kemempuan daya penglihatan adalah sebagai berikut :
a)      Low Vision; yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan. Low Vision dikelompokkan menjadi :
1)      Low Vision sedang, memiliki ciri-ciri:
·      Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum.
·      Mendapat kesukaran berlalu lintas dan melihat nomor mobil.
·      Membaca perlu memakai lensa kuat dan membaca menjadi lambat.
2)      Low Vision nyata, memiliki ciri-ciri:
·      Gangguan masalah orientasi dan mobilitas.
·      Perlu tongkat putih untuk berjalan.
·      Umumnya memerlukan sarana baca dengan huruf Braille, radio dan pustaka kaset.
b)      Tunanetra setengah berat/hampir buta (partially sighted),yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal, memiliki ciri-ciri:
·         Penglihatan menghitung jari kurang empat kaki.
·         Penglihatan tidak bermanfaat bagi orientasi mobilitas.
·         Harus memakai alat non visual.
c)      Tunanetra berat/buta total (totally blind), yakni mereka yang sama sekali tidak melihat,memiliki ciri-ciri:
·         Tidak mengenal adanya rangsangan sinar.
·         Seluruhnya tergantung pada alat indera selain mata.
2.      Berdasarkan Adaptasi Pedagogis
Kirk, SA (1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian layanan pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud adalah:
a)      Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability). Dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
b)      Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat Bantu visual dan modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakan tugas-tugas visual.
c)      Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability). Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis. Untuk itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya dalam pendidikan, dan mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh pendidikan.
3.      Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan
Menurut Lowenfeld, (1955:p.219), klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :
a)      Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b)      Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c)      Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d)     Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e)      Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
f)       Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan)
4.      Berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada mata
Menurut Howard dan Orlansky, klasifikasi didasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu :
Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-kelainan itu, antara lain :
a)      Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
b)      Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
c)      Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris

2.3  Karakteristik Anak Tunanetra
Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau visus sentralis di atas 20/200 dan secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Beberapa karakteristik anak-anak tunanetra adalah:
1.      Segi Fisik
Secara fisik anak-anak tunanetra, nampak sekali adanya kelainan pada organ penglihatan/mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal pada umumnya hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual.
2.      Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan. Sehingga tidak seperti anak-anak normal, anak tunanetra harus belajar bagaimana berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.
3.  Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan masalah atau menyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi perilaku tersebut dapat berupa sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka memperbanyak aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu, seperti memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.
4.  Akademik
Secara umum kemampuan akademik, anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak normal pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra mempergunakan berbagai alternatif media atau alat untuk membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Mereka mungkin mempergunakan huruf braille atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran yang sesuai, tunanetra dapat mengembangkan kemampuan membaca dan menulisnya seperti teman-teman lainnya yang dapat melihat.
5.  Pribadi dan Sosial
Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan menirukan, maka anak tunananetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar. Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi. Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap:
a.       Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap lingkungannya
b.      Mudah tersinggung, akibat pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
c.       Ketergantungan pada orang lain, anak-anak tunanetra umumnya memilki sikap ketergantungan yang kuat pada oranglain dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Kondisi yang demikian umumnya wajar terjadi pada anak-anak tunanetra berkenaan dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.
2.4  Faktor Penyebab Terjadinya Ketunanetraan.
Dalam hal faktor penyebab, sebagian besar orang awam percaya bahwa ketunanetraan disebabkan oleh hukuman atas dosa-dosa orang tuanya, namun kalangan yang lebih profesional memandang bahwa hal tersebut disebabkan oleh faktor keturunan atau terjadinya infeksi beberapa penyakit tertentu.
Pada umumnya orang berpenglihatan normal juga berpendapat bahwa kelompok penyandang tunanetra merupakan suatu kelompok minoritas, seperti halnya kelompok orang negro dengan kulit putih. Pada kalangan penyandang tunanetra yang baru ditemukan, mereka cenderung menunjukkan perilakuperilaku yang tidak sesuai atau selaras dalam menghadapi berbagai situasi dan seringkali menunjukkan reaksi-reaksi yang tidak masuk akal. Mereka yang memiliki penglihatan tak sempurna cenderung patuh atau tunduk dalam hubungan intrapersonal dengan orang berpenglihatan normal.
Namun demikian dalam pandangan orang berpenglihatan normal, orang tunanetra juga sering memiliki kelebihan yang sifatnya positif seperti kepekaan terhadap suara, perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan alat musik, serta ketertarikan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama. Penyandang tunanetra seringkali dipandang sebagai individu yang memiliki ciri khas, diantaranya secara fisik penyandang tunanetra dapat dicirikan dengan tongkat, dog guide (anjing penuntun), menggunakan kacamata gelap, dan ekspresi wajah tertentu yang datar.
Secara sosiologis penyandang tunanetra juga sering dicirikan dengan mengikuti sekolah-sekolah khusus, jarang bekerja di lingkungan industri, dan secara ekonomis memiliki sifat ketergantungan yang tinggi. Sedangkan secara psikologis mereka sering dicirikan dengan pemilikan indera yang superior terutama dalam hal perabaan, pendengaran, dan daya ingatannya. Secara umum orang berpenglihatan normal juga berpendapat bahwa penyandang tunanetra memiliki masalahmasalah pribadi dan sosial yang lebih besar dibandingkan dengan orang berpenglihatan normal.
Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain (DITPLB, 2006):
1)      Pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:
a)      Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkanoleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanyasukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.
b)      Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhandalam kandungan dapat disebabkan oleh:
·         Gangguan waktu ibu hamil.
·         Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan.
·         Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
·         Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.
·         Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan.
2)      Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:
1.      Kerusakan pada mata atau saraf mata padawaktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.
2.      Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.
3.      Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
·         Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
·         Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
·         Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
·         Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
·         Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluhdarah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
·         Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
·         Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dariinkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.

Anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik, yang dalam konteks ini anak tunanetra, membutuhkan layanan pendidikan dengan pendekatan dan strategi khusus, yang secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut.
Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tunanetra menurut Hardman, M.L. dkk (1990) paling tidak meliputi 3 hal, yaitu (a) mobility training and daily living skill, yaitu latihan untuk berjalan dan orientasi tempat dan ruang dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan keterampilan kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman uang, belanja, mencuci, memasak, kebersihan diri, dan membersihkan ruangan; (b) tradisional curriculum content area, yaitu orientasi dan mobilitas, keterampilan berbahasa termasuk ekspresinya, keterampilan berhitung. dan (c) communication media, yaitu penguasaan braille dalam komunikasi.
Annastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw, (1995) menyatakan bahwa layanan khusus bagi anak tunanetra meliputi:
1)      Penguasaan Braille
Penguasaan braille yang dimaksud adalah kemampuan untuk menulis dan membaca braille. Keterampilan menulis berkaitan dengan penggunaan alat tulis braille, yaitu reglet, mesik ketik braille; penulisan huruf, angka, kombinasi angka dan huruf, dan komputer braille, sedangkan membaca lebih berkaitan dengan keterampilan membaca dari berbagai media tulisan.
2)      Latihan Orientasi dan Mobilitas
Latihan orientasi dan mobilitas adalah jalan dengan pendamping awas, latihan jalan mandiri, latihan jalan dengan menggunakan alat bantu jalan (tongkat dan sign guide). Selain itu juga perlu penguasaan latihan bantu diri di kamar mandi dan WC, di kamar makan, di kamar tidur, di dapur,di kamar tamu, sampai mampu mandiri ke sekolah dan tempat yang lain.
3)      Penggunaan alat bantu dalam pembelajaran berhitung dan matematika, meliputi cubaritma, papan taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan beberapa komsep matematikan braille.
4)      Pembelajaran Pendidikan Jasmani Bagai Anak Tunanetra
Pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak tunanetra menggunakan pendidikan jasmani adaftif. Adaftasi yang dilakukan berkaitan dengan jenis kecacatan anak, kemampuan fisik anak, dan memodifikasi sarana dan prasarana olah raga meliputi ukuran lapangan/lintasan, alat yang digunakan dalam olah raga, dan aturan yang dipakai.
5)      Pembelajaran IPA
Dalam pembelajaran IPA sedapat mungkin menggunakan model yang dapat diamati dan diraba oleh anak.
















BAB III
TEMUAN DAN PEMBAHASAN

3.1  Temuan Selama Orientasi dan Observasi
Adapun temuan-ytemuan yang diperoleh penulis selama melaksanakan orientasi dan observasi di SLB A N Denpasar dari tanggal 16 maret dan 18 maret untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus adalah sebagai berikut.
1.        Data mengenai latar belakang berdirinya SLB A N Denpasar.
2.        Pengenalan pelaksanaan pendidikan di SLB A N Denpasar.
3.        Pengenalan keadaan siswa di SLB A N Denpasar.
4.        Pengenalan Keadaan Kelas di SLB A N Denpasar.
5.        Masalah Pembiayaan di SLB A N Denpasar.

3.2  Pembahasan
Adapun keadaan di SLB A N Denpasar dari hasil orientasi dan observasi yang kami lakukan adalah sebagai berikut.
3.2.1    Latar Belakang SLB A N Denpasar
Berdasarkan observasi yang sudah kami lakukan di SLB A N Denpasar adapun yang melatarbelakangi berdirinya Yayasan Pendidikan Dria Raba yaitu karena telah didirikannya Sekolah Guru Luar Biasa angkatan pertama yang dibuka pada tanggal 2 Oktober 1952 di kota Bandung. Lembaga tersebut bernama SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa). Adapun SGPLB pada saat itu baru memiliki tiga jurusan yaitu:
1.        Buta (Tunanetra) untuk guru ahli Tunanetra.
2.        Tuli Bisu (Tuna Wicara) untuk guru ahli Tuna Wicara.
3.        Lemah Ingatan (Tuna Grahita) untuk ahli Tuna Grahita
Dengan dibukanya Sekolah Luar Biasa tersebut, timbulah prakarsa dari Pemerintah Daerah Tingkat I Bali untuk mengirim (Tugas Belajar) empat orang guru. Dari empat orang guru yang ditugas belajarkan, tiga orang mengambil jurusan A (Tunanetra) dan satu orang lagi mengambil jurusan B (Tulibisu) dan tiga orang yang mengambil jurusan A salah satunya bernama Ida Ayu Putu Surayin.
Didaerah Bali pada saat itu banyak anak-anak penyandang cacat netra yang belum mendapatkan pendidikan. Penanganan anak-anak cacat netra baru pada tingkat rehabilitasi, bagi cacat netra yang sudah dewasa dan ditangani oleh Departemen Sosial, mereka diberikan pelajaran baca tulis huruf Braille dan keterampilan.
Sekembalinya Ayu Putu Surayin dari pendidikan SGPLB di Bandung, atas welas asih yang mendalam bagi anak-anak tunanetra  serta tanggung jawab yang tinggi, sebagai orang yang telah mendapatkan pendidikan luar biasa, maka timbul niatnya mengumpulkan beberapa orang yang tertarik dengan Pendidikan Luar Biasa dengan tujuan agar anak-anak tunanetra dapat mengikuti pendidikan secara wajar, sebagaimana layaknya anak-anak lawas lainnya.
Maka terbentuklah Yayasan Pendidikan Dria Raba, yang diresmikan pada tanggal 16 Oktober 1957. Pada saat itu Yayasan mengambil langkah pertama mendirikan Sekolah yang bernama SLB Bagian A Dria Raba, dan diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1958, dengan kepala sekolahnya bernama Ayu Putu Surayin. Setelah diresmikan SLB Bagian A Dria Raba Denpasar maka untuk menunjang kelancaran dan berlangsungnya pendidikan untuk itu diperlukan adanya sebuah asrama. Sehingga dibentuklah asrama yang diberi nama Panti Guna Dria Raba. Panti Guna Dria Raba dalam perjalanannya yang panjang mengalami pasang surut, tidak sedikit tantangan yang harus dihadapi, terutama mengenai masalah pembiayaan bagi anak-anak asuh yang berada di asrama. Untuk meringankan beban yang dipikul maka Yayasan mengambil kebijaksanaan mengajukan permohonan pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan supaya SLB Bagian A Dria Raba dapat dinegerikan, dengan surat tertanggal 29 Oktober 1962 Nomor: 292/D2/X/1962. Permohonan mendapatkan sambutan sangat baik dari Pemerintah sehingga keluarlah Surat Keputusan Penegerian tertanggal 17 Desember 1962 dengan No:37/SK/B/III terhitung tanggal 1 Januari 1963 SLB Bagian A Dria Raba Denpasar, menjadi Sekolah Negeri dengan nama SLB Bag. A Negeri Denpasar.
Dalam mewujudkan cita-citanya, yayasan menempuh berbagai cara dalam mendapatkan bantuan, baik dari pihak Pemerintah maupun badan Swasta maupun para Dermawan. Bantuan tanah untuk Sekolah Yayasan yang ada sekarang ini, didapat dari Pemerintah Kabupaten Badung, yang pada waktu itu bernama Swapraja Badung, serah terima dilakukan secara lisan dan tidak didukung oleh surat-surat pemilikan tanah. Sebidang tanah tersebut terletak di Jalan Serma Gede No:11, dan diatas tanah tersebut dibangun Sekolah dan Asrama atas bantuan dari Front Pembebasan Irian Barat Nusa Tenggara. Adapun penyerahan gedung dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 1959 kepada Yayasan Pendidikan Dria Raba. Mengenai bantuan peralatan Sekolah didapat dari,
1.        Bantuan Luar Negeri, berupa mesin ketik Brille, Riglet, tongkat lipat.
2.        Bantuan dalam Negeri berupa, buku-buku pelajaran dari Dedikbud, sarana Asrama dari Departemen sosial, seperangkat gambelan Bali (Gong) dan Band dari Pemerintah Daerah Tingkat I Bali, Swasta masyarakat berupa kebutuhan pokok/makanan bagi anak-anak tunanetra.
Setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Penegerian tanggal 17 Desember 1962 maka SLB Bag. A Negeri Denpasar secara formal sepenuhnya segala urusan yang menyangkut Sekolah menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Asrama tetap menjadi tanggung jawab Yayasan kendatipun kepengurusannya terpisah, namun tetap dalam satu atap. Di mana hubungan kerja sama antara Yayasan Pendidikan Dria Raba dengan Sekolah mencerdaskan anak-anak tunanetra agar menjadi Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar, masih tetap terjalin erat. Dengan satu tujuan yaitu: mencerdaskan anak-anak tunanetra agar menjadi yang berguna bagi Nusa dan Bangsa.

3.2.2    Pelaksanaan Pendidikan
Dari awal berdirinya Sekolah Luar Biasa Bagian A Negeri Denpasar sampai tahun 1977 belum memiliki kurikulum yang mengkhusus. Pemecahan masalah ini diatasi dengan pengambilan kebijakan yang menggunakan kurikulum sekolah lawas, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kecacatan siswa. Kurikulum SLB baru terbit pada tahun 1977, yang isinya menyangkut Tingkat Sekolah Dasar saja. Sedangkan untuk Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama (SLTP) masih mengacu pada Kurikulum SLTP biasa. Kemudian pada tahun 1984, ada penyempurnaan Kurikulum, dan untuk Tingkat Sekolah Lanjutan Pertama Luar Biasa (SLTPLB) baru ada susunan programnya saja sehingga untuk Sekolah Luar Biasa, mulai tahun 1994 memberlakukan secara serentak diseluruh Indonesia kurikulum 1994, yang bernama Kurikulum Pendidikan Luar Biasa yang mencakup Landasan Program Dan Pengembangan.
Dalam Kurikulum 1994, jenjang Pendidikan yang diselenggarakan, yaitu sebagai berikut.
1.        TKLB (Taman Kanak-kanak Luar Biasa).
2.        SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa).
3.        SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa).
4.        SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa)
Kurikulum 1994 yang dilaksanakan secara bertahap diseluruh SLB yang ada di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1.        Tahun ajaran 1994/1995 untuk SDLB yaitu kelas I dan II sedangkan untuk SLTPLB dan SMLB yaitu pada Kelas I.
2.        Tahun ajaran 1995/1996 untuk SDLB yaitu kelas I, II dan kelas IV, V serata SLTPLB dan SMLB yaitu Kelas I dan II.
3.        Tahun Ajaran 1996/1997 untuk SDLB yaitu Kelas I, II, III, IV, V, VI  serta SLTPLB dan SMLB yaitu I, II, III.
Ujian akhir di SLB A N Denpasar semenjak diadakan EBTANAS, SLB A N Denpasar  selalu mengikuti pada tingkat SDLB maupun SLTPLB. Soal-soal diambil dari sekolah terdekat dengan SLB A N Denpasar. Sebelum soal-soal dibagikan kepada siswa tunanetra peserta ujian, soal-soal terlebih dahulu disalin ke dalam tulisan Braille oleh guru-guru, setelah itu barulah dibagikan kepada peserta EBTANAS. Blangko Daftar Nilai Ebtanas Murni (DANEM) dan blangko STTB khusus untuk SLB sudah disediakan dari pusat dan dibagikan ke SLB A N Denpasar  melalui Kantor Wilayah Depdikbud Dati I Provinsi Bali.
Pada saat ini kurikulum yang diberlakukan di SLB A N Denpasar tersebut sama dengan kurikulum sekolah-sekolah pada umumnya namun disesuaikan dengan kemampuan dan kecacatan siswa. Semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah normal diajarkan juga di SLB A N Denpasar kecuali pelajaran menggambar. Pada proses pembelajarannya juga mengunakan media pembelajaran. Seperti contohnya pada saat belajar IPS dengan menggunakan media peta, peta yang digunakan tidak sama dengan peta pada umumnya  namun peta yang digunakan berupa peta timbul. Jika pada sekolah umum biasanya terdapat ekstrakurikuler, begitu juga di SLB A N Denpasar terdapat beragam ekstrakurikuler seperti masas, kesenian, computer dengan sistem (JAWS), catur, tenis meja, dll. Tak jarang dari ekstrakurikuler tersebut mereka banyak memperoleh berbagai prestasi. Selain itu dengan keterampilan yang dimiliki, siswa tersebut bisa mandiri.

3.2.3    Pengenalan Keadaan Siswa
Sejak mulai berdirinya SLB A N Denpasar  Keadaan siswa sangat heterogen dan bervariasi karena siswa yang masuk di SLB A N Denpasar  berasal dari seluruh Kabupaten yang ada di Bali, bahkan ada pula yang berasal dari luar Bali. Guru-guru yang mengajar di SLB A N Denpasar berjumlah 34 orang dengan keterangan yaitu: guru laki-laki sebanyak 21 orang dan guru perempuan sebanyak 13 orang, dan 4 orang guru berstatus sebagai guru honorer. Sedangkan jumlah siswa yang bersekolah di SLB A N Denpasar ada 39 orang dengan keterangan, yaitu: siswa laki-laki sebanyak 29 orang dan siswa perempuan sebanyak 10 orang. Tidak semua guru yang mengajar disana memiliki fisik yang normal, ada beberapa guru juga memiliki keterbatasan dalam penglihatan.

3.2.4    Pengenalan Keadaan Kelas
Kelas yang tersedia di SLB A N Denpasar  cukup memadai yang terdiri dari beberapa kelas, yaitu sebagai berikut:
a.         Kelas Khusus
Kelas khusus disiapkan untuk menampung siswa yang pindah dari sekolah anak normal. Anak ini dipindahkan karena mengalami penurunan ketajaman indera penglihatan atau bahkan kehilangan penglihatan, kemudian masuk di SLB A N Denpasar. Syarat untuk masuk Sekolah Luar Biasa (SLB A N Denpasar) adalah memiliki surat keterangan dari dari dokter bahwa anak tersebut menderita cacat mata. Di SLB A N Denpasar siswa belajar baca tulis huruf braille. Setelah mereka mampu dan siap untuk di tempatkan di kelas yang sesuai dengan kelas yang ditinggalkan maka siswa tersebut ditempatkan pada kelas tersebut.

b.        TKLB
Pada kelas TKLB (Taman Kanak- Kanak Luar Biasa) siswa yang dididik dipisahkan dengan kriteria, yaitu sebagai berikut.
a.         Siswa yang berumur 4 sampai 5 tahun dididik di P1 (Persiapan satu).
b.        Siswa yang berumur 6 tahun dididik di P2 (Persiapan dua).
Adapun tujuan dari pendidikan di P1 dan P2 adalah untuk mempersiapkan siswa tunanetra untuk masuk tingkat Sekolah Dasar (SD).

c.         SDLB
Pada bagian kelas SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), siswa yang  diterima diantara umur 7 sampai dengan 13 tahun. Yang dimulai dari kelas I sampai dengan kelas IV. Pada kelas IV, siswa di akhir tahun di ajarkan mengikuti EBTA dan EBTANAS. Bagi siswa yang lulus mendapat DANEM dan STTB.

d.        SLTPLB
Pada kelas SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa), siswa yang diterima yaitu siswa yang telah tamat dari SDLB yang dilengkapi dengan DANEM dan STTB. Adapun jenjangannya mulai dari SLTP kelas 1 (L1), sampai kelas 3 (L3).  Untuk L3, diakhir tahun ajaran siswa akan mengikuti EBTA dan EBTANAS. Bagi siswa yang lulus akan mendapatkan DANEM dan STTB.

e.         SMLB ( M1 sampai dengan M3)
Pada kelas SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa), siswa yang diterima yaitu siswa yang telah tamat dari SLTPLB. Pendidikan di SMLB berlangsung selama 3 tahun. Untuk kelas 3 SMLB, diakhir tahun ajaran siswa akan mengikuti EBTA dan EBTANAS. Bagi siswa yang lulus mengikuti EBTA dan EBTANAS akan mendapatkan STTB dan DANEM.

f.         Alumni SLB A N Denpasar
Sebagaian besar Alumni SLB A N Denpasar yang telah tamat dari sekolah akan mengikuti kursus pijat dan keterampilan. Setelah mereka memiliki keterampilan/pijat mereka akan terjun dan berbaur dengan masyarakat. Di samping itu ada pula yang melanjutkan pendidikannya, seperti ke SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) dan IKIUP jurusan PLB. Setelah mereka tamat, ada yang melamar menjadi guru di SLB dan sudah ada 3 orang alumni yang diangkat sebagai Guru Tunanetra di SLB A N Denpasar  sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

3.2.5    Pembiayaan
Pembiayaan sekolah di SLB A N Denpasar biasanya dilaksanakan untuk pembiayaan pendidikan maupun administrasi dan pemeliharaan gedung sekolah dan halaman sekolah. Semua pembiayaan didapat dari anggaran rutin sekolah dan OPF (Operasi Perawatan Fasilitas) dari Kantor Wilayah Depdikbud. Selain itu ada pula anggaran daerah berupa BOP (Bantuan Operasional Perawatan) dan SBPP (Subsidi Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan). Selain itu sekolah SLB bagian A juga mendapatkan bantuan dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah) namun sedikit karena jumlah siswa yang ada di SLB A N Denpasar sangat sedikit yaitu kurang dari 50 orang. SLB A N Denpasar tidak seperti halnya sekolah-sekolah umum lainnya yang masih mendapatkan bantuan dari BP3, namun di SLB A N Denpasar  bantuan dari BP3 tidak ada sama sekali, sebab sebagaian besar orang tua siswa berasal dari keluarga yang kurang mampu.

















BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan materi diatas, dapat kami ambil kesimpulan sebagai berikut:
1)      Secara etimologis, kata tuna berarti luka, rusak, kurang atau tiada memiliki;  netra berarti mata atau penglihatan. Jadi tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata, sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan persepsi penglihatan. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa istilah tunanetra mengandung arti rusaknya penglihatan.
2)      Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut:
a)      Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan sebagai berikut :
·         Low Vision; yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
·         Tunanetra setengah berat/hampir buta (partially sighted),yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal
·         Tunanetra berat/buta total (totally blind), yakni mereka yang sama sekali tidak melihat
b)      Berdasarkan adaptasi pedagogis sebagai berikut:
·         Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability).
·         Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability).
·         Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability).
c)      Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan.
·         Tunanetra sebelum dan sejak lahir.
·         Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil.
·         Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja.
·         Tunanetra pada usia dewasa.
·         Tunanetra dalam usia lanjut.
·         Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan).
d)     Berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada mata.
·         Myopia.
·         Hyperopia.
·         Astigmatisme.



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Model-Model Pembelajaran Pkn di SD

Contoh Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Cecimpedan lan Wewangsalan Bali