Pembelajaran Membaca Puisi dengan Pendekatan Proses Membaca
A.
Pembelajaran Membaca Puisi dengan Pendekatan Proses Membaca
1.
Hakikat Membaca
Hodgson (dalam Prapto, 2012)
memberikan definisi membaca suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok
kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlibat dalam pandangan sekilas dan
agar kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Jika hal ini tidak
terpenuhi, maka pesan yang tersurat maupun yang tersirat tidak akan dipahami
dan proses membaca tidak terlaksana dengan baik.
Menurut Endang (dalam Prapto
2012) adalah aktivitas pencarian informasi melalui lambang-lambang tertulis.
Membaca adalah suatu proses bernalar (Reading
is reasioning). Dengan membaca kita mencoba mendapatkan informasi hingga
mengen-mengendap menjadi sebuah pengetahuan. Pengetahuan itu sendiri akhirnya
menjadi suatu dasar untuk dinamisasi kehidupan, memperlihatkan eksistensi,
berjuang mempertahankan hidup, dan mengembangkan dalam bentuk sains dan
teknologi sebagai kebutuhan hidup manusia.
Dari sudut linguistik
membaca adalah proses penyandian dan pembacaan sandi. Membaca adalah perbuatan
yang dilakukan dengan sadar untuk mengenal lambang yang disampaikan penulis
untuk menyampaikan makna. Pendapat lain membaca merupakan metode yang
dipergunakan untuk berkomunikasi atau mengkomunikasikan makna yang terkandung
pada lambang-lambang. Oleh karena itu membaca adalah proses melisankan lambang
yang tertulis.
2.
Hakikat Puisi
Di
banyak kalangan, mendefinisikan puisi secara terbuka merupakan hal yang masih
sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pendapat tentang puisi. Akan
tetapi, perumusan tentang puisi tidak begitu penting, karena yang paling
penting adalah pembaca dapat memahami dan menikmati puisi yang ada.
Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang
artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry
yang erat dengan -poet dan -poem.
Mengenai kata poet, Coulter (dalam Prapto 2012) menjelaskan bahwa kata poet
berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani
sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya,
orang yang hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia
adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan
filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Dalam
Aminuddin (2012), Hudson mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu cabang
sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan
ilusi dan imajinasi. Penggunaan kata-kata dalam puisi, tentu saja bersifat
kiasan. Anggapan lain mengenai puisi adalah bahwa puisi merupakan pengungkapan
perasaan (Luxemburg, et al : 1987). Jadi, menurutnya bahwa bahasa puisi itu
merupa-merupakankan bahasa yang berperasaan dan subjektif. Anggapan ini muncul
pada zaman Romawi yang menganggap bahasa puisi lahir dari perasaan yang ada
dalam penyairnya. Sehingga perasaan pada zaman tersebut menjadi pusat
perhatian. Puisi mengungkapkan keadaan hati. Akan tetapi, di sisi lain,
terutama dalam perkembangan puisi saat ini, terdapat jenis puisi yang tidak
memperhitungkan perasaan, dalam hal ini bahasa yang digunakan sangat lugas dan
mudah dipahami oleh pembacanya. Biasanya disebut puisi prosa.
Shahnon
Ahmad (dalam Prapto, 2012) menyatakan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi
itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada,
irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan
yang bercampur-baur. Herman
J. Waluyo mengatakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang
dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan
kata-kata kias.
Pendapat
lain mengenai pengertian puisi disampaikan oleh Pradopo (2012), yang menyatakan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang
membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan
yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang
penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan. Sementara itu, unsur-unsur
estetika puisi dapat diketahui melalui unsur-unsur estetika (keindahan),
misalnya gaya bahasa dan komposisinya. Puisi sebagai karya sastra, memiliki
fungsi estetika dominan dan di dalamnya terdapat unsur-unsur kepuitisannya,
misalnya persajakan, diksi (pilihan kata), irama, dan gaya bahasa. Gaya bahasa
meliputi semua penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu,
yaitu efek estetika atau aspek kepuitisan.
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah ungkapan
perasaan, emosi, ide yang disampaikan dengan bahasa yang indah susunannya dan
mempunyai makna yang luas. Puisi merupakan wujud dari pengalaman penulisnya
dalam bentuk bahasa yang memiliki makna yang dalam. Bahasa puisi bersifat
plastis, namun mampu mengakomodasikan berbagai dimensi
makna di balik apa yang tersu-rat. Dimensi itu, misalnya imagery, yaitu
gambar angan-angan pada saat orang mem-baca sebuah karya, sehingga merasa
terlibat dengan pengalaman penyair.
3.
Pembelajaran Membaca Puisi
Pembelajaran
membaca puisi ini merupakan perpaduan pengajaran membaca yang dikemukakan oleh
Paul C Burn (dalam Arini dkk 2007). Pendekatan proses membaca yang dimaksud
adalah suatu rangkaian kegiatan pembelajaran membaca dengan menampilkan
interaksi antara pembaca, situasi dan teks berdasarkan langkah-langkah procedural (pramembaca, saat membaca,
pascamembaca) dan aktifasinya dalam membaca yang di dalamnya
mengimplementasikan membaca secara efferent
dan astetis.
Pembelajaran
membaca puisi adalah bagian dari pembelajaran sastra. Dalam pembelajaran
tersebut guru merancang, melaksanakan dengan cara
memilih dan menggunakan dua sudut pandang, yaitu efferent stance dan aesthetic
stance. Efferent stance adalah
proses membaca yang memfokuskan perhatian membaca pada pemahaman isi yang
dianalisis dan diperoleh saat membaca. Aesthetic
stance adalah cara membaca yang lebih difokuskan pada pemertalian pengalaman
kehidupan melalui membaca buku-buku yang relevan dengan pengalaman yang
menyentuh perasaan pembaca. Pembelajaran membaca puisi berdasarkan pendekatan
proses membaca dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan sasaran Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, Hasil Belajar dan Indikator yang diinginkan
diperlukan adanya persiapan mengajar
Banyak cara atau strategi yang dapat dilakukan oleh
guru. Strategi tersebut antara lain berupa pemberian pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan materi bacaan yang akan dibaca siswa sebelum siswa memulai
membaca, memberikan analogi-analogi atau perbandingan-perbandingan,
memperlihatkan contoh-contoh, gambar-gambar visual yang erat kaitannya dengan
bacaan yang akan dibaca siswa (Idrawati, 1996).
Secara lebih rinci, dalam pembelajaran membaca puisi
digunakan langkah-langkah penerapan teori skemata. Dalam pembelajaran membaca
puisi dijelaskan berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran membaca, yakni pramembaca, saat membaca, dan pascabaca. Pada
saat prabaca, kegiatan diarahkan pada pembentukan pengetahuan awal, pengaktifan
pengetahuan awal, dan pemfokusan perhatian siswa pada saat membaca. Kegiatan
pada saat membaca dimaksudkan untuk mengarahkan interaksi perhatian siswa
dengan teks yang dibaca.
Adapun kegiatan pasca membaca dimaksudkan untuk memberikan pengulangan,
balikan, dan rangsangan kognetif.
1)
Kegiatan Pramembaca
Aktivitas yang dilakukan saat pramembaca ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mencoba kebiasaan untuk memecah
suatu masalah dan langsung termotivasi untuk menguji kebenarannya itu dari
bacaan. Di samping itu, siswa akan dapat mengaktifkan schemata untuk
menghubungkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan topik yang akan
dibacanya. Aktivitas yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut.
a)
Guru memperkenalkan topik
pelajaran. Guru memberikan penjelasan atau pernyataan yang akan membantu
mengeksplorasi metakognisi anak dengan cara menghubungkan judul bacaan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Mungkin saja tinjauan itu dari berasal
dari pengalaman siswa. Pada kegiatan apresiasi sastra atau situasi lingkungan
siswa. Proses berpikir ini dilakukan dengan proses asimilasi dan akomodasi yang
berkaitan dengan ingatan, pembayangan, pembentukan gambaran, perbandingan dan
penghubungan, pembentukan konsep, pengambilan kesimpulan. Dengan menghubungkan
topik bacaan dengan situasi lain yang telah dimiliki siswa. Siswa akan terbantu
penghadiran pengetahuannya untuk digunakan sebagai landas tumpu untuk dapat
ditingkatkan.
b)
Guru memberikan penjelasan
tentang tujuan membaca yang akan dilaksanakan. Dengan diberikannya penjelasan
tujuan pembelajaran ini diharapkan akan muncul suatu penyikapan terhadap bacaan
yang digunakan sebagai materi pelajaran. Sehingga, perlakuan siswa dan guru
pada saat pembelajaran akan berbeda-beda pada setiap kegiatan membaca.
c)
Guru menjelaskan
langkah-langkah belajar yang akan dilaksanakan. Menjelaskan langkah-langkah
belajar yang akan dilaksanakan ini sangan bermanfaat bagi anak untuk
mempersiapkan mental, pisik dan kerangka kerja metakognisi yang akan dilalui.
d)
Guru mengarahkan siswa membaca
cepat dalam hati. Tidak diperbolehkan membaca bersuara. Pada saat awal
pelajaran akan menghilangkan konsentrasi siswa pada materi yang akan
dipelajari. Untuk itu guru secara langsung mengontrol kebiasaan jelek yang
dilakukan siswa saat membaca seperti bergumam, berkemak-kemik, jarak mata
dengan buku terlalu dekat. Dengan kegiatan ini guru melatih fiksasi anak dalaul
membaca cepat.
e)
Guru memfokuskan perhatian
siswa pada judul bacaan. Dari judul bacaan ini tidak diminta mencoba untuk
memprediksi isi bacaan. Judul bacaan dapat dihubungkan dengan petunjuk-petunjuk
yang ada dalam bacaan, seperti: gambar, kata-kata yang menghubungkan dengan
pengalaman sehari-hari siswa, atau pengalaman belajar berbahasa siswa.
f)
Dari apa yang telah diperoleh
siswa itu, guru meminta siswa untuk memberikan kesan terhadap bacaan yang akan
dibacanya. Apakah bacaan itu menarik untuk dibaca? apakah bacaan yang akan
dibaca itu merupakan hal yang baru atau sudah pernah dibaca sebelumnya? apa
komentar siswa tentang hal itu?
2)
Kegiatan Saat Membaca
Untuk dapat membaca puisi dengan baik diperlukan
pemahaman terhadap puisi yang akan dibaca. Untuk itu diperlukan tahapan dalam
proses mengapresiasikannya. Tahapan prose situ adalah 1). Tahap literal, 2). Tahap
pembayangan dan reorganisasi ide, 3). Tahap inferensi, 4). Tahap evaluasi dan
5). Tahap apresiasi. Untuk melatih tahap-tahap itu dalam kegiatan saat baca ini
teknik guru mengajar membaca terbagi menjadi dua, yaitu membaca secara afferent dan scara estetis. Kedua cara
membaca ini pun tergolongkan dalam dua kegiatan yang termasuk bagian pendekatan
proses membaca, yaitu kegiatan metakognisi dan guiding questions.
a)
Membaca secara efferent
Larik-larik puisi yang sedemikian itu jika dibaca mungkin
hanya merupakan kata-kata, kelompok kata dan mungkin akan berupa kalimat. Untuk
itu diperlukan kecermatan membaca secara eksploratif. Kegiatan yang dapat
dilakukan adalah:
1.
Kegiatan Metakognisi
·
Siswa diminta untuk membaca dalam
hati. Dengan membaca dalam hati ini tanpa disadari oleh siswa itu sendiri, ia
akan menemukan keterhubungan makna kata, satuan hubungan larik.
·
Guru meminta siswa memberi
tanda baca yang sesuai dengan makna kalimatnya pada puisi yang akan dibaca. Hal
ini dilakukan untuk menghindari apa yang sudah ditemukan itu menjadi kabur.
·
Guru meminta siswa untuk
membacakan temuan kalimat dengan membaca keras. Hal ini akan terimplikasi pada
proses pemaknaan, karena siswa akan membaca sesuai dengan jeda dan intonasinya.
2.
Kegiatan Guiding Questions
·
Guru mengarahkan siswa
menemukan keterhubungan antar kalimat yang membentuk formasi atau kesatuan
hubungan peristiwa.
·
Guru mengarahkan siswa
memberikan alasan atas temuan keterhubungan kalimat dimaksud.
·
Guru mengarahkan siswa untuk
mempertimbangkan pemenggalan kalimat atas jeda dan kesesuaian intonasi yang
dibacakan temannya.
b)
Membaca Secara Estetis
Setelah siswa dapat memahami isi puisi yang diperoleh secara
efisien, kegiatan selanjutnya adalah membaca estetis. Kegiatan yang akan
dilakukan dalam membaca estetis ini mengarahkan siswa kea rah pemahaman membaca
puisi yang sebenarnya. Untuk dapat sampai kearah tujuan pembacaan puisi yang
benar, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1.
Kegiatan Metakognisi
·
Guru memberikan arahan kepada
siswa untuk membaca kalimat temuan ( pada tahap membaca secara efferent ) dibaca menurut perasaannya
sendiri. Pada tahap ini siswa melakukan penghayalan terhadap isi puisi;
·
Guru mengarahkan siswa
mengungkapkan bagaimana perasaan (pengimajinasian) yang dapat dihadirkan pada
diri siswa saat membaca larik-larik puisi;
·
Guru mengarahkan siswa berperan
sebagai tokoh alam cerita kemudian berdialog.
2.
Tahap Guiding Questions
·
Guru mengarahkan siswa
membandingkan tampilan temannya mana yang lebih baik dari segi imajinasi,
volume suara, artikulasi, warna suaranya;
·
Guru menanyakan apa alasannya
sehingga dapat menentukan bacaan temannya itu yang tepat atau kurang tepat;
·
Guru mengarhkan siswa
mempertimbangkan mana diantara bacaan temannya yang paling tepat.
3)
Kegiatan Pascamembaca
Kegiatan pascamembaca ini sangat membantu siswa
mengintegrasikan informasi yang baru dalam menghidupkan skematanya. Dan juga
penghadiran pengalaman belajarnya pada tahapan yang dilaluinya.
a)
Menjawab Pertanyaan Bacaan (Questions)
Untuk memberikan pertanyaan bacaan pada siswa, guru
harus kembali lagi melihat pada tujuan pembelajaran. Karena, guru telah
memiliki ancang-ancang penguasaan apa yang dikehendaki sehubungan dengan
pemahaman siswanya terhadap bacaan yang telah dipelajari.
b)
Menceritakan Kembali (Retelling)
Menceritakan kembali adalah bentuk pengungkapan dengan
cara lain sebagai wujud pemahaman terhadap isi bacaan yang telah dibaca. Oleh
karena itu setiap siswa akan memiliki model pengungkapan yang berbeda-beda
tentang topik yang dipelajari.
c)
Mengaplikasikan (Application)
Membaca puisi secara estetis yang baik dan benar adalah
membaca puisi dengan kejelasan pengucapan artikulasi, tidak bergumam, dapat
mengekspresikan isi puisi dan tidak lagi membaca puisi dengan intonasi (tekanan
pada nada, tekanan dinamik, tekanan tinggi, dan tempo) monoton yaitu intonasi
yang terpola jika membaca puisi.
B.
Pembelajaran Membaca Pantun
Pantun merupakan salah satu karya sastra Melayu yang
sampai sekarang masih dikembangkan. Kata pantun mempunyai arti ucapan yang
teratur, pengarahan yang mendidik. Pantun juga dapat berarti sindiran.
Zaman dahulu, pantun digunakan sebagai bahasa pengantar atau bahasa pergaulan.
Pantun dikenal di berbagai daerah, namun dengan nama yang berbeda. Di Jawa
Tengah dikenal dengan parikan, di Toraja dikenal bolingoni, di Jawa Barat dapat
ditemukan pantun dalam bentuk nyanyian doger, di Surabaya ludruk , di
Banjarmasin tirik dan ahui, gandrung di Banyuwangi, dan di Makassar
kelong-kelong. Selain merupakan ungkapan perasaan, pantun dipakai untuk menghibur
orang.
Pantun terdiri dari dua bagian. Bagian pertama sampiran
dan bagian berikutnya isi. Untuk pantun kilat yang hanya terdiri dari dua
larik, maka larik pertama adalah sampiran, dan larik berikutnya adalah isi.
Pantun yang terdiri dari empat larik, dua larik pertamanya sampiran dan dua
larik berikutnya adalah isi. Sampiran itu adalah paro pertama pada pantun.
Yaitu, baris kesatu dan kedua berupa kalimat-kalimat yang biasanya hanya
merupakan persendian bunyi kata untuk disamakan dengan bunyi kata pada isi pantun
(biasanya kalimat-kalimat pada sampiran tidak ada hubungannya dengan kalimat
pada bagian isi).
Oleh karena itu jika mengajarkan siswa membuat pantun,
langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:
1.
Perkenalkan bentuk pantun.
2.
Ajarkan cara membaca pantun
dengan berbagai macam irama.
3.
Tanamkan konsep sampiran dan
isi.
4.
Berikan contoh cara membuat
pantun dengan langkah:
a)
menuliskan isi pantun
(diperoleh dari perenungan)
b)
mencari/menemukan bunyi-bunyi
akhir kata yang sama setiap baris dengan bunyi akhir setiap baris pada puisi.
c)
baca dengan menggunakan irama
yang bervariasi.
Hal-hal yang patut diperhatikan saat mengajar pantun
adalah sebagai berikut.
1.
Jangan membacakan pantun dengan
satu irama yang monoton.
2.
Jika guru menuliskan sampiran
di papan, jangan meminta siswa menuliskan isi pantun sesuai dengan kehendak
guru.
3.
Jika guru menuliskan sampiran,
maka isi yang akan dibuat siswa pasti bervariasi.
4.
Beri kesempatan siswa untuk
berekspresi/melakukan perenungan beberapa saat untuk memikirkan isi pantun.
5.
Beri kesempatan siswa
berapresiasi dan berekspresi dengan irama yang bervariasi saat membaca pantun.
Komentar
Posting Komentar