RESUME BUKU BE HAPPY
BE
HAPPY
Karya:
Y.M. SRI DHAMMANANDA
Rasa takut dan
cemas tampaknya sudah menjadi bagian dan oleh-oleh kehidupan. Orang yang yang
tercemplung dalam dunia fana ini juga tidak terlepas dari keadaan mental yang
tidak menyenangkan. Rasa cemas ini hadir dalam berbagai samaran, contohnya,
orang yang merasa rendah diri. Mereka merasa ada yang kurang ketika mereka ada
yang kurang ketika membanding-bandingkandiri mereka dengan orang lain. “rasanya
saya tak cukup pantas unntuk posisi itu,” atau “saya tidak cukup pintar untuk
membewa perubahan.” Mereka mungkin takut untuk bersikap apa adanya di tengah
kehadiran orang lain.
Mengapa orang
cemas? Ditilik dengan analisis terdalam, hanya ada satu jawaban. Orang menjadi
cemas karena kehadiran konsep ‘aku’ dan ‘milikku’. Ketika manusia mulai
memikirkan sifat kehidupan, sikarenakan kurangnya pengetahuan, mereka berpikir
bahwa diri terdiri dari dua bagian, yaitu tubuh dan jiwa, keduanya permanent
dan nyata. Pemikiran ini memunculkan gagasan salah tentang adanya ‘aku’ atau
‘diri’ yang bersifat kekeal. Gagasan tentang ‘aku’ memunculkan gagasan
‘milikku’ yang diikuti dengan kemelekatan, nafsu keinginan, hasrat memetingkan
diri, tipu muslihat, keangkuhan, dan pemikiran-pemikiran buruk lainnya. Semakin
kuat kita melekat pada suatu benda, semakin takut kita untuk kehilangkan benda
itu. Dengan cara serupa, orang menjadi takut menerima atau bersinggungan dengan
sesuatu yang dianggap tidak dikehendaki. Kemelekatan pada hal yang tidak
menyanangkan akan mengundang datangnya kecemasan.
Rasa
cemas dan kesengsaraan yang dialami seseorang sesungguhnya tidak lain adalah akibat
adanya interaksi antara keinginan memetingkan diri sendiri dengan kondisi dunia
yang terus-menerus berubah. Satu-satunya kepastian dalam dunia yang tidak pasti
ini adalah bahwa segalanya akan berlalu. Satu-satunya kenyataan adalah
perubahan.
Pengamalan
telah menunjukkan banyak gangguan kesehatan fisik dan mental yang diakibatkan
oleh rasa cemas. Rasa cemas mengeringkan darah lebih cepat dari pada umur. Rasa
takut, cemas, dan keresahan hingga tingkat tertentu adalah wajar dan bisa
bermanfaat bagi pertahanan diri. Rasa cemas akan menimbulkan rasa takut yang
akan mengganggu kedamaiaan dan kebahagiaan orang lain dan dirinya sendiri. Jika
tak terkendali hanya akan membawa kehancuran organisme manusia. Begitu besarnya
cengkraman rasa takut dalam diri kita, sehingga cukup tepat dinyatakan sebagai
musuh utama kemanusiaan. Rasa takut dalam derajat tertentu bisa dianggap
lumrah, namun jika dibiarkan tumbuh liar, rasa takut akan berubah panik, yang
tidak hanya merugikan diri sendiri namun juga orang lain di sekitarnya. Cara
untuk mencegah panik adalah dengan mempersiapkan diri sejak dini, dengan
mempelajari bagai mna cara kerja pikiran.
Sebagian
orang, tanpa memperhitungkan kedudukan mereka yang sebenarnya, merasa lebih
tinggi dari yang lain. Mereka begitu puas dengan diri sendiri, sehingga mereka
mengembangkan pendapat yang berlebihan atas diri sendiri. Ini bisa berbahaya
karena, “keangkuhan selalu mengawali
kejatuhan”
Kumbang sombong dalam
kotoran sapi. Ada seeekor kumbang yang menemukan
seonggok kotoran sapi. Ia bersenang-senang di dalamnya dan merasa enak disana,
ia kemudian mengundang teman-temannya ntuk bergabung membangun kota di
dalamnya. Setelah bekerja keras tanpa mengenal lelah selama beberapa hari,
mereka berhasil membangun sebuah kota di dalam onggokan itu. Mereka sangat
bangga atas keberhasilan itu dan memutuskan untuk mengangkat kumbang pertama
sebagai raja. Untuk menghormati raja baru, mereka menyelenggarakan suatu
parademegah berkeliling kota. Pada waktu parade megah ini sedang berlangsung,
seekor gajah lewat dan ketika melihat seonggok kotoran, gajah itu mengangkat
kakinya agar tidak menginjaknya. Raja kumbang melihat kejadian itu dan dengan
marah ia membentak binatang besar itu. “Hai
kamu! Tak ada rasa hormat kepada raja? Sungguh kurang ajar kamu melangkahkan
kaki di atas kepala raja. Minta ampun sekarang juga atau kuhukum kau.”
Gajah itu menengok ke bawah dan berkata, “Baginda
Yang Mulia, hamba mohon ampun.” Lalu ia berlutut di atas onggokan kotoran
itu dan meratakan raja, kota, penduduk dan keangkuhan dalam satu tindakan
kerendahan hati.
Hidup
adalah perjalan yang penuh dengan masalah. Pada keadaan tertentu, kita mungkin
terberkahi dengan kekayaan, ketenaran, pujian atau kegembiraan. Kita juga
mungkin berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan seperti kerugian,
nama jelek, cacian, dan penderitaan. Hidup seperti ayunan, satu ketika ia
berayun di tempat yang enak, yang kita sambut dengan hati berbunga. Saat lain
ia berayun menuju keadaan yang tidak ramah, yang sungguh ingin kita hindari.
Pandit Nehru
suatu kali pernah berkata
Kita harus menghadapi
masalah dan menyelesaikannya. Kita mau tak mau harus menghadapinya. Tentunya,
dengan berdasarkan pada ajaran spiritual; tapi jangan melarikan diri darinya
atas nama spiritualisme.
Sesautu
yang tak menyenangkan terjadi, misalnya, milik kita yang paling berharga hilang
atau rusak. Ada dua cara menghadapi kehilangan dan kerusakan. Kita bisa memilih
untuk menyesalinya dengan cara menyalahkan diri sendiri atau orang lain atau
kita bisa merelakannya saja dengan berkata, “benda itu sudah pergi. Sungguh
saying, tapi buat apa membiarkannya membuat kita sengsara?”
Semua
kekuatannya negatif dapat dicabut hingga ke akar-akarnya dengan metode meditasi
atau pengembangan batin yang benar seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha,
karena pikiran yang tidak terlatih adalah sumber utama segala masalah. Orang
bijaksana akan menjaga pikirannya karena pikiran yang terjaga akan membawa
kebahagiaan. Orang biasanya suka menyalahkan orang lain atas kecemasannya,
terutama jika ia tak menemukan solusi bagi masalahnya.
Ketika
dihadapkan pada rasa cemas, kita tidak seharusnya memasang muka cemberut dan
memamerkannya kepada seisi dunia. Lagi pula, kita semestinya menghitung
kelebihan daripada kekurangan kita. Ingatlah selalu ungkapan, “aku mengeluh tidak punya sepatu hingga
suatu hari bertemu dengan orang yang tak punya kaki.” Dengan berpikir
demikian, kita mengerti masih banyak orang yang keadaannya jauh lebih tidak beruntung
dibanding kita. Kesulitan akan segera berlalu. Apa yang membuat kita meneteskan
air mata pada hari ini akan segera terlupakan esok. Apa pun masalah kita,
betapa pun beratnya, waktu akan menyembuhkannya. Namun disamping itu, pasti ada
yang bisa kita lakukan untuk mencegah diri kita terlukai sejak awal.
Sebab
dari penderitaan tidak lain adalah nafsu memetingkan diri sendiri, pergerakan
antara unsur-unsur, energi-energi, dan ketidakseimbangan batin. Umumnya,
kebanyakan orang tidak suka menghadapi kenyataan hidup. Mereka melelapkan diri
dengan pemahaman rasa aman yang keliru, keliru melihat serangkaian proses
perubahan sebagai diri yang kekal, melihat bayangan sebagai hal yang nyata.
Mereka
yang belum mempelajari ajaran Sang Buddha tidak akan memahami apa yang dimaksud
dengan “kehidupan menciptakan penderitaan”. Renungkan ini: semua mahluk yang
hidup di dunia memangsa mahkluk lain atau dimangsa mahkluk lain. Semua mahluk
memburu atau diburu oleh mahluk lainnya. Kita menyebutnya “rantai makanan”.
Bahkan binatang herbivora pun hidup dalam ketakutan karena diburu oleh binatang
lain atau manusia. Tidak ada yang bisa menghindar dari perjuangan untuk hidup,
yang menciptakan penderitaan, rasa takut pada kematian, dan ketidakpastian
hidup. Pada saat yang sama, mereka memangsa yang lain untuk bertahan hidup.
Sukar dimengerti mengapa mahluk-mahluk yang tak bersalah ini menderita jika
mereka diciptakan oleh sosok pencipta yang Mahakuasa dan Maha Penyayang.
Bagaimana Pencipta itu bisa membiarkan ciptaannya dimangsa mahluk lain dan
hidup dalam ketakutan yang terus menerus?
Musuh
umat manusia adalah nafsu keinginan yang memetingkan diri sendiri. Dari semua
ini kejahatan dating ke dunia. Orang selalu merindukan kekayaan, kenikmatan,
kesenangan, dll. Yang membuat pandangan mereka terselubung, bahwa kebahagiaan
terletak pada pemuasan nafsu keinginan.
Kemarahan
adalah emosi yang buruk yang merusak. Setiap orang bisa marah dalam satu dan
lain bentuk dalam kehidupan sehari-hari. Kemarahan adalah emosi negatif yang bersembunyi di dalam kita,
menunggu saat tepat untuk membakar dan menguasai hidup kita. Kemarahan tumbuh
semakin berkobar jika disiram minyak emosi, terutama bila keserakahan berada
dibalik emosi itu. Pada saat-saat manusia dikuasai kemarahan, manusia berhenti
menjadi manusia; ia berubah menjadi binatang buas yang tidak hanya
menghancurkan diri sendiri. Sang Buddha menjelaskan kejinya kemarahan dan
berkata bahwa waktu seseorang diliputi kemarahan, tujuh hal menimpanya, tujuh
hal yang hanya menyenangkan musuh-musuhnya, diantaranya adalah sebagai berikut.
1)
Ia kelihatan jelek,
meskipun berbusana dan bertata rias yang baik.
2)
Ia akan terbujur
kesakitan, meskipun tidur diatas kasur yang empuk dan nyaman.
3)
Ia akan melakukan
perbuatan yang hanya akan membawa kerusakan dan penderitaan.
4)
Ia akan menghabiskan
kekayaan yang diperolehnya dengan susah payah, bahkan berurusan dengan hokum.
5)
Ia akan kehilangan
reputasi dan nama baik.
6)
Ia akan dijauhi teman,
sanak saudara, dan orang yang dikasihi.
7)
Setelah mati ia akan
terlahir di alam yang tidak menyanangkan.
Orang
yang hidup hanya memetingkan diri sendirihanya hidup untuk dirinya sendiri. Orang
semacam ini tidak tahu bagaimana mengasihi dan mengormati orang lain. Tidak
peduli apakah ia miskin atau kaya, orang yang memetingkan diri sendiri
dikendalikan oleh keserakahan. Jika ia kaya, ia cemas dengan rumah, harta, dan
semua kepunyaannya. Jika ia miskin, ia menderita karena merasa tidak cukup
memiliki.
Pikiran
adalah kekuatan, dan sifat memetingkan diri sendiri adalah kekuatan negatif yang
berkuasa membawa dampak yang mengerikan. Sifat memetingkan diri sendiri lebih
membahayakan dibanding musuh apa pun.
Semua
mahluk hidup adalah sahabat penderitaan, yang rentan terhadap kesulitan.
Berbuat baik berarti menghadirkan semua unsur-unsur baik dalam alam. Berbuat
jahat berate mengundang unsur-unsur perusak. Mereka yang hidup dalam kebencian
akan mati dalam kebencian. Suatu kebenaran spiritual bahwa kejahatan hanya bisa
diatasi oleh kebajikan. Cinta kasih adalah penawar kebencian, niat baik adalah
penawar kemarahan. Dengan mengembangkan kasih sayang, belas kasih, dan niat
baik, kita bisa menjadikan pikiran-pikiran
ini menjadi aset yang paling mulia.
Ada orang yang tak pernah puas
dengan apa yang mereka punya dan selalu merasa iri pada orang yang memeiliki
lebih banyak. Rasa iri yang di pelihara membuat kita tidak bisa menikmati apa
yang kita miliki. Akar dari kecemburuan adalah sifat memetingkan diri sendiri. Pikiran
adalah kekuatan dasar dimana yang baik dibangun dan membawa yang baik juga.
Buah yang kita petik sesuai dengan pikiran yang kita tanam. Kita semua adalah
kerabat penderitaan dan terkenai oleh hokum yang berlaku umum. Kita harus
menyadari bahwa emosi-emosi negatif seperti kecemburuan, kemarahan, dan dendam
sungguh-sungguh menghambat pertumbuhan pikiran.
Sering terjadi, orang yang bekerja
demi kesejahtraan orang lain juga harus berurusan dengan orang yang berniat
jelek. Pada waktu seseorang berusaha berbuat baik, selalu saja ada orang yang
berusaha mencari kesalahannya alih-alih memberikan penghargaan kepadanya.
Kejelekan yang dilihat seseorang
pada orang lain merupakan cerminan langsung sifat diri sendiri. Karenanya
janganlah kita bersikap kasar dan memproyeksikan citra buruk dan kebencian
dalam diri sendiri kepada orang lain yang tak bersalah. Marilah kita sabar dan
tidak gampang mencela orang lain. Kita mesti memandang sesuatu dengan wawasan
yang lebih luas, dengan meletakkan diri kita dalam posisi orang lain.
Jika seseorang marah padamu, cobalah
mencari sebab masalah itu. Mungkin saja ada kaitannya dengan apa yang telah
kita lakukan. Jika kita berbuat salah, akuilah dan meminta maaflah untuk
kesalahan itu. Jika kemarahan itu akibat kesalahpahaman, bicaralah dari hati ke
hati, dan bersedia menyelesaikan perselisihan. Sebaliknya jika kemarahan itu
muncul akibat cemburu atau pun masalah emosi dari pihak yang marah, kita
janganlah membalas kemaran dengan kemarahan.
Semua orang dipengaruhi suasana hati hingga ke tingkat tertetu. Kita mesti
berusaha memahami suasana hati kita agar bisa mengendalikannya dan mencegah
hal-hal yang tidak diinginkan. Suasana hati kita yang berubah menunjukkan
betapa sementaranya keadaan mental kita. Dalam segala perubahan ini, ego yang
dianggap kekal ternyata hanya khayalan, seperti bayangan semata. Dalam suasana
hati yang buruk, orang kadang-kadang bertindak kejam dan kasar pada orang-orang
yang kurang beruntung dibanding mereka. Mereka menerapkan sikap superior
disbanding orang lain.
Jangka kehidupan kita dikendalikan
oleh waktu biologis yang terus berdetak. Ketika waktunya habis, cepat atau
lambat, tak ada yang bisa kita lakukan untuk memperoleh waktu tambahan. Pada
waktunya, kita harus bersiap menjalani kematian yang merupakan proses alam. Ada
banyak cara untuk menjelaskan peristiwa alam yang disebut kematian. Sebagian
mengatakan kematian adalah akhir dari segala sesuatu tanpa adanya kelanjutan
apa pun, yang lain percaya adanya perpindahan roh dari satu tubuh ke tubuh yang
lain, dan bagi yang lain, kematian berarti peristirahatan roh menunggu hari kiamat.
Bagi umat Buddha, kematian tidak lebih dari akhir sementara dari fenomena
sementara yang disebut kehidupan. Menurut ajaran Buddha, kematian bukanlah
akhir dari kehidupan, melainkan awal dari kehidupan berikutnya dalam Samsara. Jika kita berbuat baik, kita
akan mendapatkan kehidupan mendatang yang lebih baik. Sedangkan jika kita tidak
menginginkan untuk terlahir kembali, kita harus melenyapkan nafsu keinginan dan
cemaran lainnya di dalam pikiran.
Orang sering mencemaskan masa depan
mereka. Orang merasa cemas berlebihan terhadap kesehatan, keluarga,
penghasilan, nama baik, harta. Mereka berusaha menstabilkan sesuatu yang
sebenarnya tidak stabil.
Dalam kehidupan duniawi, pentingnya
kesejahtraan ekonomi untuk menjamin kehidupanyang baik tak bisa dipungkiri.
Mudah saja menyalahkan orang-orang miskin yang menjadi penjahat, namun kita
harus bisa melihat dari sisi keputusasaan mereka. Untuk membangun kehidupan
yang bertujuan dan berbahagia, kita harus melatih belas kasih dan
kebijaksanaan,
Kebahagiaan adalah keadaan mental
yang bisa dicapai dengan pengembangan mental. Sumber-sumber eksternal seperti
kekayaan, ketenaran, kedudukan social, dan kepopuleran adalah sumber
kebahagiaan yang sementara. Mereka bukan sumber kebahagiaan sejati. Sumber
kebahagiaan yang sebenarnya adalah pikiran. Pikiran yang terkendali dan
berkembang adalah sumber kebahagiaan sejati.
Percaya pada nasib, baik atau buruk,
sangat umum di masyarakat. Ini terjadi karena kurangnya pengertian mengenai
hokum karma, kondisi duniawi, dan hakikat fenomena yang lantas dianggap sebagai
ketiban nasib baik atau tertimpa nasib buruk. Tidak ada yang disebut dengan
nasib yang tak terelakkan atau takdiryang tak dapat diperbaiki dalam ajaran
Buddha. Jika kita mengamati pengalaman diri sendir dan orang lain, kita akan
menyadari bahwa ketidakbahagiaan dan penderitaan yang dialami pada hari ini
adalah hasil dari kesalahan yang telah kita lakukan kemarin.
Di dunia ini tidak mungkin semua
keinginan kita terpenuhi. Ketika telah memiliki hal itu, ia lebih menginginkan
lebih banyak lagi atau hal yang lainnya. Keinginan yang tak terpenuhi adalah
sesuatu yang umum bagi setiap orang. Untuk soal hati, kerinduan pada cinta
seseeorang sering membawa frustasi. Pada waktu seseorang jatuh hati dan
mengetahui bahwa perasaannya tak terbalas, ia menjadi frustasi. Bahkan kalau
cintanya terbalas sekalipun, akan tetap ada keinginan untuk selalu lebih.
Dalam setiap hubungan cinta, selalu
ada kemungkinan terjadinya perpisahan. Dalam setiap kejadian putusnya hubungan
cinta, ada rasa sakit, terutama ketika perasaan telah bertaut sangat erat.
Setiap kali diputus, kedua belah pihak yang terlibat pasti akan terluka. Cara
untuk meringankan derita batin dan frustasi adalah mencurahkan waktu kita untuk
berbuat baik dan melayani orang lain. Dengan cara ini, kita tidak akan punya
waktu untuk berkubang dalam kemurungan.
Pikiran itu dahsyat, penuh kekuatan,
pencipta kebaikan dan kejahatan. Pikiran adalah sumber segala kejahatan dan
segala kejahatan adalah buatan pikiran. Pikirkanlah pikiran sebagai sebuah
alat. Ia bisa bermanfaat jika digunakan dengan benar atau merusak jika
digunakan dengan salah. Untuk bisa
mengembangkan pikiran, kita mesti bisa mengembangkan dan mempertahankan
kekuatan berpikir, yang merupakan kemampuan untuk menentukan mana yang etis dan
man yang tidak etis, apa yang moral dan apa yang amoral, apa yang baik dan apa
yang jahat, mana yang benar dan mana yang salah.
Menarik untuk dicatat bahwa pada
zaman dahulu orang membawa senjata untuk melindungi diri dari binatang dan
membawa jimat untuk menjauhkan dir dari roh-roh jahat. Dewasa ini, tentu saja
hanya sedikit di antara kita yang membutuhkan perlindugan semacam itu. Namun
demikian, tampaknya kita justru menjadi makin takut terhadap sesame umat
manusia.
Agama-agama dunia telah dikembangkan
untuk menuntun dan menunjukkan kepada kita jalan yang benar untuk hidup dalam
damai dan harmoni. semua agama harus menyediakan petunjuk yang sesuai dan
penting bagi penganutnya, untuk memungkinkan setiap orang hidup dan bekerja
sama dengan saling menghormati, pengertian, dan bermartabat.
Salah satu kaidah emas untuk
menjalani kehidupan mulia adalah dengan menerapkan penghidupan yang seimbang
tanpa menjadi ekstrim dalam segala hal. Sang Buddha tidak menganjurkan kita
untuk menyiksa tubuh dan pikiran demi agama. Ajaran Buddha bisa dibagi dalam
tiga jalan: kebahagiaan dalam hidup ini, kebahagiaan dalam hidup berikutnya,
dan kebahagiaan dalam pencapaian tertingi.
*nb: Tulisan diatas hanya sebagian kecil dari keseluruhan buku, buku ini sangat bagus dan bisa mencakup semua lapisan masyarakat. Untuk mendapatkan buku ini silakan beli di toko buku terdekat dengan judul "BE HAPPY Mengatasi Takut dan Cemas Dari Akarnya dan Berbahagia dalam Segala Situasi" atau bisa mengunjungi situs: www.karaniya.com dan www.ehipassiko.net
Tersenyumlah kepada dunia, dan dunia akan tersenyum kepadamu. SADHU
*nb: Tulisan diatas hanya sebagian kecil dari keseluruhan buku, buku ini sangat bagus dan bisa mencakup semua lapisan masyarakat. Untuk mendapatkan buku ini silakan beli di toko buku terdekat dengan judul "BE HAPPY Mengatasi Takut dan Cemas Dari Akarnya dan Berbahagia dalam Segala Situasi" atau bisa mengunjungi situs: www.karaniya.com dan www.ehipassiko.net
Tersenyumlah kepada dunia, dan dunia akan tersenyum kepadamu. SADHU
Komentar
Posting Komentar