Artikel Konseptual: SAINS DAN KEARIFAN LOKAL
INTEGARSI KEARIFAN LOKAL (LOCAL GENIUS)
DALAM PEMBELAJARAN SAINS
Oleh
Gede Metta Adnyana
Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru dan lain sebagainya. Cronbach (dalam Wuryandani, 2010) memberikan
definisi “learning is shown by a change in behavior as a result of
experience.” Sehingga dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku. Di dalam konteks sekolah, peserta didik
belajar dalam suatu proses yang disebut pembelajaran.
Pembelajaran di sekolah pada saat ini lebih menitikberatkan
pada transfer pengetahuan, sehingga kurang memperhatikan transfer nilai, seni
dan budaya. Pentransferan pengetahuan yang terjadi pada saat inipun hanya
seputar pengetahuan tentang materi yang ada di buku saja dan kurang
memperhatikan bagaimana aplikasi pengetahuan tersebut di kehidupan sehari-hari
(literasi). Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung hanya menjadi sarana
“stratifikasi sosial” dan simstem persekolahan yang hanya “mentransfer” kepada
peserta didik, apa yang disebut sebagai dead knowled, yaitu pengetahuan
yang terlalu berpusat pada buku (textbookish). Sehingga kearifan lokal (local genius) diabaikan dalam pembelajaran
khususnya dalam pembelajaran sains di sekolah. Padahal kita ketahui bahwa,
lembaga pendidikan bukanlah hanya sebagai pusat belajar mengajar tetapi juga
sebagai pusat penghayatan dan pengembangan budaya, baik budaya lokal, nasional
bahkan global.
Tidak dapat dipungkiri lagi di era globalisasi sekarang ini
masalah yang penting mendapat perhatian adalah identitas kebangsaan. Derasnya
arus globalisasi menyebabkan terkikisnya nilai-nilai kebangsaan. Anak-anak
lebih bangga dengan budaya asing daripada budaya bangsanya sendiri. Hal ini
dibuktikan dengan adanya rasa bangga yang lebih pada diri anak manakala
menggunakan produk luar negeri, dibandingkan jika menggunakan produk bangsanya
sendiri. Hal ini perlu menjadi perhatian apalagi Sekolah dasar merupakan
lembaga formal yang menjadi peletak dasar pendidikan untuk jenjang sekolah di
atasnya.
Wuryandani (2010) menyatakan bahwa pendidikan di Sekolah
Dasar merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki peranan
yang amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Melalui pendidikan di
sekolah dasar diharapkan akan menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas.
Tentu manusia berkualitas yang dimaksud bukan manusia yang hanya berkualitas di
bidang kognitif saja, tetapi juga budaya masyarakat yang di dalamnya terkandung
nilai-nilai kearifan lokal.
Kearifan lokal dan nilai-nilai budaya sudah selayaknya
diajarkan kepada anak sedini mungkin, karena masa depan suatu bangsa bergantung
pada anak didik. Jika kearifan lokal yang dimiliki oleh suatu Negara dijaga dengan
baik maka Negara tersebut akan menjadi Negara yang maju. Begitu pun sebaliknya
jika Negara tersebut tidak menjaga kearifan lokal yang dimiliki, maka Negara
tersebut akan sulit untuk berkembang bahkan tidak memiliki identitas, karena
nilai-nilai budaya yang dimiliki telah hilang dimakan oleh waktu. Oleh karena
itu, peran pendidikan sekolah sekolah dalam masyarakat yang sedang berubah
tidak hanya menjadikan anak pintar tetapi menjadikan anak kreatif dan kritis
terhadap nilai-nilai global yang kurang sesuai dengan nilai-nilai lokal. Dalam
peradaban global tugas sekolah adalah membekali anak dengan nilai-nilai
kearifan lokal dalam rangka pembentukan karakter yang kuat.
Meskipun pendidikan karakter dalam kurikulum sekolah dasar
(SD) tidak dicantumkan secara eksplisit dalam mata pelajaran, namun muatan
pendidikan karakter dapat diajarkan secara terpadu melalui semua mata
pelajaran. Pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk
membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya
tampak dalam tindakan nyata dalam perilaku baik, jujur, bertanggung jawab,
menghormati hak orang lain, cinta kebaikan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang
ingin diajarkan pada anak SD harus dikemas dalam kegiatan pembelajaran yang
kreatif dan inovatif, sebagai bahan diskusi, maupun acuan model yang harus
ditampilkan oleh guru-guru serta seluruh staf sekolah sebagai hidden curikulum (kurikulum yang
tersembunyi).
Nilai-nilai sebagai materi pembelajaran dapat bersumber dari
kearifan lokal masyarakat, yang tercermin dalam budaya masyarakat. Budaya dari
berbagai kelompok masyarakat potensial untuk digali dan menjadi sumber rujukan
bagi para pendidik untuk membentuk karakter yang sesuai dengan kepribadian
bangsa. Khasanah budaya dan adat istiadat masyarakat Indonesia yang sangat
kaya, berbagai tradisi yang sangat lekat dimiliki oleh setiap suku, serta
nilai-nilai luhur yang diyakini dan dijadikan sebagai pedoman hidup (way of life) masyarakat merupakan
kekayaan nilai yang sangat berharga. Nilai-nilai dalam budaya dan tradisi
masyarakat tersebut dapat ditelusuri, dihidupkan, dan diinternalisasi sebagai
rujukan bagi para pendidik untuk membentuk karakter anak bangsa. Harapannya adalah
nilai-nilai kearifan lokal dapat dimasukkan dalam pembelajaran di sekolah
khususnya sekolah dasar, sehingga menjadi tuntunan untuk membangun kehidupan
masyarakat yang lebih baik.
Pembelajaran sains yang akan datang perlu diupayakan agar
ada keseimbangan/keharmonisan antara pengetahuan sains itu sendiri dengan
penanaman sikap-sikap ilmiah, serta nilai-nilai kearifan lokal yang ada dan
berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, lingkungan sosial-budaya siswa perlu
mendapat perhatian serius dalam mengembangkan pendidikan sains di sekolah
karena di dalamnya terpendam sains asli yang dapat berguna bagi kehidupannya.
Dengan demikian, pendidikan sains akan betul-betul bermanfaat bagi siswa itu
sendiri dan bagi masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan pandangan reformasi
pendidikan sains dewasa ini yang menekankan pentingnya pendidikan sains bagi
upaya meningkatkan tanggung jawab sosial. Berdasarkan usaha reformasi ini,
tujuan pendidikan sains tidaklah hanya untuk meningkatkan pemahaman terhadap
sains itu sendiri, tetapi yang lebih penting juga adalah bagaimana memahami
kehidupan manusia itu sendiri. Bagaimana manusia membuat pemahaman tentang
dunia alamnya dan bagaimana mereka berinteraksi dengan keseluruhan tatanan
makrokosmos sangat ditentukan oleh pandangan mereka tentang dunia dan
nilai-nilai universal.
Sehingga pada dasarnya pendidikan di Indonesia sangatlah
membutuhkan suatu pendekatan, metode, model, media pembelajaran atau bahan ajar
yang dapat melakukan pentransferan pengetahuan, aplikasi pengetahuan di
kehidupan sehari-hari dan budaya secara serempak (sekaligus) atau diperlukannya
penyampaian literasi sains kepada peserta didik. Namun pada kenyataannya masih
jarang media-media yang mengintegrasikan budaya dengan pembelajaran sains,
sebagai akibatnya pembelajaran yang berlangsung selama ini kurang optimal.
Tidak bias dipungkiri lagi bahwa penerapan metode, pendekatan ataupun media sangat
membantu dalam memotivasi siswa dalam belajar disamping guru yang mampu
memahami peserta didiknya. Jika seorang guru tidak memahami peserta didiknya,
maka tujuan pembelajaran tidak akan pernah dicapai.
Bahan
ajar berbasis budaya adalah bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran yang
mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran).
Bahan ajar berbasis budaya didasarkan pada anggapan bahwa budaya merupakan hal
yang penting dalam pendidikan, komunikasi yang ideal serta pengembangan
pengetahuan. Dengan bahan ajar berbasis budaya ini, maka mungkin dapat
dilakukan transfer pengetahuan, aplikasi dan budaya kepada peserta didik.
Selain itu, dapat juga ikut serta dalam pelestarian budaya Indonesia yang
sekarang ini sudah mulai tersingkirkan di kalangan peserta didik.
Dalam bahan ajar berbasis budaya ini seni dan budaya dilibatkan
sebagai representasi ataupun ekspresi pemahaman peserta didik terhadap
prinsip-prinsip dalam mata pelajaran yang dipelajari.
sebagai contoh, kita dapat megembangkan bahan ajar yang diintegrasikan dengan
wayang khususnya wayang kulit sebagai bagian dari budayanya. Hal ini
dikarenakan wayang dapat dijadikan sebagai media pendidikan, media informasi
dan media hiburan. Di mana media pendidikan dalam wayang tidak hanya terdapat
pada ceritanya tetapi juga pada acara pentas, instrumen dan seni
pendalangannya. Selain itu, salah satu contoh di dalam pembuatan wayang kulit
terdapat kulit yang digunakan untuk membuat wayang, di mana salah satu aspek
yang dilihat adalah komposisi kulit itu sendiri, seperti lemak, protein dan
karbohidrat yang merupakan makromolekul serta tentunya ada proses penyamakan
kulit. Selain itu juga digunakan pewarna pada tahap akhir dan pencahayaan pada
saat pagelaran untuk memperindah wayang kulit, tahap pewarnaan dan pencahayaan
tentunya erat kaitannya dengan struktur atom khususnya spektrum warna. Oleh
karena itu pembelajaran Indonesia khususnya sains sangatlah membutuhkan
integrasi budaya, literasi dalam pembelajarannya. Budaya yang ada di Indonesia
sangatlah beragam dan pasti memiliki nilai-nilai lokal yang dapat diselipkan
dalam pembelajaran khususnya sains. Dalam penerapannya ini merupakan tantangan
bagi para pendidik untuk menyiapkan pembelajaran yang lebih optimal kepada
peserta didik. Pembelajaran sekarang tidak hanya membuat peserta didik pintar
dalam kognitif namun memiliki sikap, tingkah laku yang sesuai dengan budaya dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu kearifan lokal dalam pembelajaran
sains di sekolah dasar sangat perlu diterapkan, untuk menghasilkan generasi
penerus bangsa yang berkualitas.
Daftar Pustaka:
Wuryandani, Wuri. 2010. “Integrasi Nilai-Nilai Kearifan
Lokal Dalam Pembelajaran Untuk Menanamkan Nasionalisme Di Sekolah Dasar”.
Tersedia pada http://wuryandani.wordpress.com/b-integrasi-nilai-nilai-kearifan-lokal-dalam-pembelajaran-untuk-menanamkan-nasionalisme-di-sekolah-dasar.pdf.
Diakses tanggal 25 Februari 2014.
Komentar
Posting Komentar