BK SD "Layanan Bimbingan Belajar"

LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR

A. Pengertian Layanan Bimbingan Belajar
Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan layanan bimbingan belajar terlebih dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud dengan belajar. Banyak definisi tentang belajar yang dirumuskan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut:

  1. “Belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan (Garry & Kingsley, 1970: 15).
  2. “Belajar ialah perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku atau kemampuan yang merupakan hasil dari pengalaman” (Vanderzanden dan Pace, 1984).
  3. “Belajar ialah proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu, yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan berdasarkan atas kecenderungan tanggapan bawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya: kelelahan, pengaruh obat-obatan, dan sebagainya)” (Hilgard dan Bower, 1975: 2).

Masing-masing ahli mengemukakan rumusan yang berbeda, tetapi rupanya ada semacam kesamaan pendapat di kalangan para ahli sendiri bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang diharapkan terjadi dirumuskan dalam bentuk tujuan atau sasaran belajar.
Dengan bertitik tolak dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan layanan bimbingan belajar ialah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu (murid) untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam belajar, agar setelah melaksanakan kegiatan belajar mengajar mereka dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat yang dimiliki masing-masing.
Pelaksanaan layanan bimbingan belajar dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah 1. Menentukan murid yang mengalami masalah belajar.
Langkah 2. Mengungkapkan sebab-sebab terjadinya masalah belajar.
Langkah 3. Membantu murid mengatasi masalah yang dialaminya dalam belajar.
Langkah 4. Melaksanakan penilaian untuk menentukan  sejauh mana layanan bantuan
yang telah diberikan mencapai hasil yang diharapkan.
Langkah5. Melaksanakan usaha-usaha tindak lanjut dari layanan-layanan sebelumnya.   

B. Masalah Belajar
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seseorang murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang terbelakang saja, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Pada dasarnya, masalah-masalah belajar dapat digolongkan atas:

  1. Sangat cepat dalam belajar, yaitu murid-murid yang tampaknya memiliki bakat akademik yang cukup tinggi, memiliki IQ sebesar 130 atau lebih, dan memerlukan tugas-tugas khusus yang terencana.
  2. Keterlambatan akademik, yaitu murid-murid yang tampaknya memiliki inteligensi normal tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara baik.
  3. Lambat belajar, yaitu murid-murid yang tampak memiliki kemampuan yang kurang memadai. Mereka memiliki IQ sekitar 70 – 90 sehingga perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan bantuan khusus.
  4. Penempatan kelas, yaitu murid-murid yang umur, kemampuan, ukuran, dan minat-minat sosial yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk kelas yang ditempatinya.
  5. Kurang motif dalam belajar, yaitu murid-murid yang kurang semangat dalam belajar. Mereka tampak jera dan malas.
  6. Sikap dan kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu murid-murid yang kegiatan atau perbuatan belajarnya berlawanan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, belajar pada saat akan ujian saja.
  7. Kehadiran di sekolah, yaitu murid-murid yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan belajarnya.

C. Penentuan Murid-Murid Yang Mengalami Masalah Belajar
Sesuai dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling, maka yang pertama dan paling awal harus dilakukan dalam rangkaian kegiatan layanan bimbingan belajar adalah menentukan siapa murid yang mengalami masalah dalam belajar. Penentuan siapa murid yang mengalami masalah belajar dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur berikut ini.

1. Penilaian Hasil Belajar  
Guru diharapkan melaksanakan penilaian hasil belajar secara berkesinambungan. Salah satu tujuan dari penilaian hasil belajar adalah untuk mengetahui sejauh mana murid telah mencapai hasil belajar yang direncanakan sebelumnya. Dalam hal ini ada dua jenis acuan yang digunakan, yaitu (1) Penilaian Acuan Patokan (PAP), dan (2) Penilaian Acuan Norma (PAN).
  1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Menurut penilaian yang menggunakan acuan patokan, arah atau sasaran apa yang harus dicapai murid dalam belajar ditentukan oleh tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang disebut Tujuan Instruksional Umum ( ITU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
Menurut penilaian acuan ini, murid dikatakan telah mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan apabila telah menguasai bahan-bahan belajar sesuai dengan patokan yang ditetapkan. Patokan ini dinyatakan dalam bentuk presentase minimal, misalnya 75%, 80%, 90%, dan sebagainya.
Dengan batas presentase minimal itu, guru dapat menentukan mana murid yang telah menguasai bahan belajar dan mana yang belum. Murid-murid yang belum menguasai bahan belajar digolongkan sebagai murid yang mengalami masalah dalam belajar. 
  1. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Pelaksanaan penilaian yang menggunakan acuan norma didasarkan atas tanggapan bahwa setelah sekelompok murid mengikuti kegiatan belajar, maka tingkat keberhasilan mereka akan menyebar dalam data berikut ini:
Sebagian besar (68%) dari murid itu akan memperoleh hasil belajar sedang (S), sebagian kecil yaitu 13,5% memperoleh hasil belajar baik (B) dan 13,5% lagi kurang (K). Selebihnya berada pada kedua ujung kurva, yaitu + 2,5% memperoleh hasil belajar baik sekali (BS), dan 2,5% lagi kurang sekali (KS).
Dengan menggunakan penilaian acuan ini, guru dapat menentukan siapa murid yang paling pandai, kurang pandai, atau paling tidak pandai dibandingkan dengan teman-teman sekelompoknya. Selanjutnya berdasarkan atas pemahaman itu guru dapat memanfaatkannya untuk kepentingan bimbingan dan konseling, baik untuk layanan bimbingan belajar maupun untuk layanan bimbingan lainnya.

2. Pemanfaatan Hasil Tes Inteligensi
Belajar dipengaruhi oleh inteligensi atau kemampuan dasar. Semakin tinggi kemampuan dasar semakin tinggi hasil belajar diperoleh.
140     –   ke atas –   Sangat tinggi
120     –   139      –   Tinggi
110     –   119      –   Di atas biasa
100     –   109      –   Biasa/sedang
90       –    99       –   Di bawah biasa
80       –    89       –   Rendah
Di bawah   –   79        –   Sangat rendah

Tinggi-rendahnya tingkat kemampuan dasar itu biasanya diukur dengan tes kemampuan dasar yang sudah baku (Standarized). Beberapa tes yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan dasar murid sekolah dasar antara lain adalah Draw a Man Test (DMT), Colour Progressive Matrices Test (CPM), Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC), dan Standford Binet Intelligence Scale (SBIS).
Hasil belajar yang dicapai murid seyogyanya dapat mencreminkan kemampuan dasar yang dimilikinya. Murid yang tingkat kemampuan dasarnya tinggi diharapkan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula. Murid-murid yang hasil belajarnya lebih rendah dari tingkat kemampuan dasar yang dimilikinya digolongkan sebagai murid yang bermasalah dan perlu mendapat bantuan khusus melalui layanan bimbingan belajar.

3. Pengamatan (Observasi)
Dibandingkan dengan guru sekolah menengah, maka guru sekolah dasar menempati kedudukan yang menguntungkan dalam mengamati keadaan murid sehari-hari. Setiap hari mulai dari jam pertama sampai dengan jam pelajaran terakhir guru selalu berhadapan dengan murid yang sama. Dia mengetahui secara pasti pasti siapa muridnya yang sering terlambat datang ke sekolah, siapa murid yang sikap dan kebiasaannya buruk dalam belajar, dan sebagainya. Berdasarkan pengenalan yang mendalam itu, guru hendaknya dapat pula memanfaatkan peluang itu untuk usaha bimbingan dan konseling umumnya, dan layanan bimbingan belajar khususnya.

D. Pengungkapan Sebab-Sebab Masalah Belajar
Setelah guru mengetahui siapa murid yang bermasalah dalam belajar dan apa jenis masalah yang dialaminya, selanjutnya guru perlu mengungkapkan mengapa masalah itu terjadi. Usaha itu didasarkan pada anggapan bahwa guru tidak dapat mengambil keputusan yang bijaksana tentang bagaimana membantu mengatasi masalah yang dialami oleh murid dalam belajar, jika guru itu sendiri tidak memiliki gambaran yang jelas tentang apa masalah yang sesungguhnya dan mengapa masalah itu terjadi. Dalam rangka mengungkapkan sebab-sebab terjadinya masalah belajar yang dialami oleh murid ada dua tahap yang harus dilalui, yaitu: (1) tahap menentukan letak (lokasi masalah, dan (2) tahap memperkirakan sebab-sebab terjadinya masalah belajar (Koestoer P. dan A. Hadisaputro, 1978).
Tahap penentuan letak masalah merupakan  tahap penentuan di mana sebenarnya masalah itu terjadi. Oleh sebab itu dalam tahap ini perlu dilacak bagian-bagian mana dari tujuan-tujuan pengajaran yang belum dikuasai oleh murid. Setiap mata pelajaran mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan itu merupakan tingkah laku yang diharapkan terjadi setelah murid melaksanakan kegiatan belajar. Tingkah laku murid yang diharapkan tidak hanya menyangkut sikap-sikap, kebiasaan-kebiasaan belajar, sopan santun dan sebagainya. Misalnya, mengangkat tangan setiap kali akan berbicara di dalam kelas atau meminta izin kepada guru setiap kali akan keluar kelas sewaktu jam pelajaran berlangsung.
Setelah guru mengetahui letak masalah yang sesungguhnya, guru dapat melaksanakan tahap berikutnya, yaitu memperkirakan sebab-sebab terjadinya masalah yang dialami oleh murid dalam belajar. Guru sukar menentukan sebab-sebab terjadinya masalah yang sesungguhnya karena masalah belajar itu sangat kompleks. Hal ini mengandung pengertian bahwa : Pertama, masalah belajar dapat timbul oleh berbagai sebab yang berlainan. Suatu masalah belajar yang sama dialami oleh dua orang murid atau lebih, belum tentu disebabkan oleh faktor yang sama.  Kedua, dari sebab yang sama dapat timbul masalah yang berlainan. Seringkali suatu kondisi yang sama dimiliki oleh seorang murid atau lebih menimbulkan masalah yang berlainan pada masing-masing individu. Ketiga, sebab-sebab masalah belajar dapat saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainya. Kadang-kadang masalah belajar yang dihadapi oleh seorang murid tidak timbul dari satu sebab saja, melainkan dapat timbul dari berbagai sebab yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain.
Pada dasarnya masalah belajar itu dapat terjadi oleh berbagai faktor, dan dapat digolongkan atas: (1) faktor-faktor yang bersumber dari murid itu sendiri, (2) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga, dan (3) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah dan masyarkat.

  1. Faktor- faktor yang Bersumber dari Murid itu sendiri
a. Tingkat kecerdasan rendah
Tidak diragukan lagi bahwa taraf kecerdasan atau kemampuan dasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar. Kemampuan dasar yang tinggi pada seseorang anak memungkinkannya dapat menggunakan pikirannya untuk belajar dan memecahkan masalah persoalan-prsoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil. Sebaliknya, tingkat kemampuan dasar yang rendah dapat mengakibatkan murid mengalami kesulitan dalam belajar.
b. Kesehatan sering terganggu
Belajar tidak hanya melibatkan pikiran, tetapi juga jasmaniah. Badan yang sering sakit-sakitan, kurang vitamin, dan kurang gizi, dapat membuat seseorang tidak berdaya, tidak bersemangat dan tidak memiliki kemampuan dalam belajar. Apabila seseorang tidak bersemangat dan tidak memiliki kemampuan dalam belajar, maka besar kemungkinan orang yang bersangkutan tidak dapat mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan.
c. Alat penglihatan dan pendengaran kurang berfungsi dengan baik
Penglihatan dan pendengaran merupakan alat indera yang terpenting untuk belajar. Apabila mekanisme mata atau telinga kurang berfungsi, maka tanggapan yang disampaikan dari dunia luar; umpamanya dari guru, tidak mungkin dapat diterima oleh orang yang bersangkutan. Oleh sebab itu, murid tidak dapat menerima dan memahami bahan-bahan pelajaran, baik yang disampaikan langsung oleh guru maupun melalui buku-buku bacaan.
d. Gangguan alat perseptual
Setelah sesuatu pesan diterima oleh mata dan telinga, langkah berikutnya dalam proses belajar adalah mengirimkan pesan itu ke otak, sehingga pesan itu dapat ditafsirkan. Langkah itu disebut persepsi (Koestoer P. dan A. Hadisaputro, 1987). Apa sebenarnya yang terjadi dalam persepsi adalah proses pengolahan tanggapan baru (yang diterima melalui indera) dengan pertolongan ini akan menghasilkan dan memberikan arti atau makna tertentu kepada tanggapan yang diterima. Tetapi, persepsi itu bisa juga salah kalau ada gangguan-gangguan pada alat perseptual.
e. Tidak menguasai cara-cara belajar yang baik
Kegagalan belajar tidak semata-mata disebabkan oleh tingkat kecerdasan rendah atau karena faktor-faktor kesehatan, tetapi juga dapat disebabkan karena tidak menguasai cara-cara belajar yang baik. Ternyata terdapat hubungan yang berarti antara cara-cara belajar yang diterapkan dengan hasil belajar yang dicapai (Rosmawati, 1983). Ini berarti bahwa murid yang cara-cara belajarnya lebih baik cenderung memperoleh hasil yang lebih baik pula, dan demikian juga sebaliknya. Untuk memungkinkan murid dapat menerapkan cara-cara belajar yang baik, sejak dini murid  hendaklah diperkenalkan dan dibiasakan menerapkan cara-cara belajar yang baik dalam kehidupannya sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah.

  1. Faktor-faktor yang Bersumber dari Lingkungan Keluarga
a. Kemampuan ekonomi orang tua kurang memadai
Hasil belajar yang baik tidak dapat diperoleh hanya dengan menghandalkan keterangan-keterangan yang diberikan oleh guru di depan kelas, tetapi membutuhkan juga alat-alat yang memadai; seperti buku tulis, pensil, pena, dan terlebih lagi buku bacaan. Sebagian besar alat-alat pelajaran itu harus disediakan sendiri oleh murid-murid yang bersangkutan. Bagi orang tua yang ekonominya kurang memadai sudah barang tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya itu secara memuaskan.
b. Anak kurang mendapat perhatian dan pengawasan dari orang tuanya
Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah tetapi juga di dalam keluarga. Tetapi, masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa tugas mendidik hanyalah tugas sekolah saja. Para orang tua seperti itu menganggap bahwa tugas orang tua tidak lebih dari sekedar mencukupi kebutuhan lahir anak; seperti makan, minum, pakaian, dan alat-alat pelajaran, serta kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat kebendaan. Oleh sebab itu, para orang tua yang seperti ini selalu sibuk dengan pekerjaan mereka sejak pagi sampai sore. Mereka tidak memiliki waktu lagi untuk memperhatikan dan mengawasi anak-anaknya belajar dan/ bermain.
c. Harapan orang tua terlalu tinggi terhadap anak
Di samping adanya orang tua yang kurang memperhatikan dan mengawasi anak-anaknya, terdapat pula orang tua yang memiliki pengharapan yang sangat tinggi terhadap anak-anaknya. Mereka memaksa anak-nak untuk selalu rajin belajar dan memperoleh nilai tinggi tanpa mempertimbangkan apakah anak memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar dan memperoleh nilai tinggi. Bagi murid-murid yang ditakdirkan tidak memiliki kemampuan yang cukup tinggi dengan sendirinya akan merasakan tugas-tugas dan harapan-harapan itu sebagai suatu siksaan, dan pada gilirannya dapat menimbulkan putus asa dan tak acuh lagi pada murid itu sendiri.
d. Orang tua pilih kasih terhadap anak
Keadaan anak dalam suatu keluarga tidak selalu sama. Dengan kata lain, mereka dilahirkan dengan membawa kelebihan dan kekurangan masing-masing. Keadaan-keadaan ini rupanya tidak selalu diterima oleh sebagian orang tua sebagai suatu kenyataan. Ada orang tua yang menolak anak yang keadaannya tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Penolakan ini memang tidak dinyatakan secara terus terang, tetapi ditampilkan dalam bentuk perlakuan-perlakuan tertentu. Misalnya, dengan melebih-lebihkan atau menyanjung-nyanjung anak yang mereka anggap memenuhi harapan mereka, dan mengabaikan atau mencela anak yang tidak mereka harapkan.
e. Hubungan keluarga tidak harmonis
Orang tua merupakan tumpuan harapan anak-anak. Mereka mengharapkan pendidikan, bimbingan, kasih sayang dari orang tua agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Harapan-harapan itu hanya mungkin terwujud apabila dalam keluarga itu terdapat hubungan yang harmonis antara yang satu dengan yang lain. Apabila di dalam suatu keluarga tidak terdapat hubungan yang harmonis; seperti ayah dan ibu selalu cekcok, jarang tinggal dirumah, anak-anak sering bertengkar sesamanya, dan sebagainya, maka anak akan merasa tidak aman dan tidak dapat memusatkan perhatiannya dalam belajar. Hal ini terjadi karena proses belajar memang menuntut adanya ketenangan dan ketentraman di rumah.

  1. Faktor-faktor yang Bersumber dari Lingkungan Sekolah dan Masyarakat
Masalah-masalah yang dialami murid dalam belajar tidak saja bersumber dari keadaan rumah tangga atau keadaan murid, tetapi dapat juga bersumber dari sekolah atau lembaga pendidikan itu sendiri. Kondisi-kondisi sekolah yang dapat menimbulkan maslah pada murid antara lain adalah kurikulum kurang sesuai, guru kurang menguasai bahan pelajaran, metode mengajar kurang sesuai, alat-alat dan media pengajaran kurang memadai.

E. Membantu Murid Mengatasi Masalah Belajar
Berkenaan dengan masalah-masalah yang dihadapi murid dalam belajar, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru, antara lain:
  1. Pengajaran Perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakan bentuk khusus dari pengajaran yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang murid yang mengalami kesulitan dalam belajar. Kekhususan dari pengajaran ini terletak pada murid yang dilayani, bahan pelajaran, metode, dan media penyampaiannya. Seperti setelah disinggung di atas, bahwa murid yang dilayani adalah murid-murid yang mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan-kesulitan itu dapat berupa adanya bagian-bagian dari bahan pelajaran yang tidak dikuasai, kesalahan memahami konsep-konsep, dan sebagainya.
Kegiatan pokok dalam pengajaran perbaikan terletak pada usaha memperbaiki kesalahan-kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada murid berkenaan dengan mata pelajaran yang telah dipelajarinya. Oleh sebab itu, guru tidak perlu lagi banyak menggunakan metode ceramah atau metode diskusi dalam menyajikan bahan pelajaran kepada murid. Pengajaran dipusatkan pada bahan-bahan pelajaran yang belum dikuasai dengan baik oleh murid, dengan jalan memberikan penjelasan seperlunya, mengadakan tanya-jawab, demonstrasi, latihan, pemberian tugas dan evaluasi. Berkenaan dengan hal ini, Bradfield (dalam Travers, 1970) menyarankan:
a. Berikan tugas-tugas singkat tentang hal-hal yang harus dikerjakan oleh murid dengan mempertimbangkan juga penyelesaian tugas-tugas sebelumnya.
b. Pastikan bahwa murid telah memahami secara baik tentang apa yang harus dikerjakannya.
c. Selang-selingilah waktu pertmuan dengan kegiatan-kegiatan lain, dan secara bertahap tingkatkan lama waktu pertemuan.
d. Hindari memberikan petunjuk secara panjang lebar dan sukar dipahami murid.
e. Petunjuk-petunjuk mengerjakan tugas hendaklah diberikan bagian per bagian.
f. Murid hendaklah ditempatkan pada ruangan yang bebas dari pengaruh-pengaruh atau perangsang-perangsang yang dapat mengganggu pemusatan perhatiannya. Murid yang sedang mengalami masalah belajar amat sukar memusatkan perhatiannya dalam waktu yang cukup lama. Mereka sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang ada disekitarnya.
g. Berikan sebanyak mungkin dorongan agar murid mau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
h. Jagalah agar suasana perasaan murid selalu dalam keadaan stabil dan tenang.
i. Hindarilah pemberian tugas-tugas yang terlalu berat dan usahakan menumbuhkan suatu kecintaan untuk belajar secara baik dan rapi serta mempunyai sikap positif dalam bekerja.
    
  1. Pengajaran Pengayaan
Pengajaran pengayaan adalah suatu bentuk pengajaran yang khusus diberikan kepada murid-murid yang sangat cepat dalam belajar. Sehubungan dalam hal ini, suatu pertanyaan yang sering disampaikan adalah: “Apakah murid yang sangat cepat dalam belajar juga disebut sebagai murid yang bermasalah dalam belajar?”. Dilihat dari segi hasil belajar yang dicapainya, murid seperti ini memang tidak dapat digolongkan sebagai murid yang mengalami masalah dalam belajar. Yang menjadi masalah adalah bagaimana agar hasil belajar yang dicapainya itu dapat lebih ditingkatkan lagi, atau setidak-tidaknya bagaimana hasil belajar yang telah dicapai itu dapat dipertahankannya terus pada masa yang akan datang.Sehingga mereka benar-benar dapat mewujudkan perkembangannya secara optimal.
Beberapa bentuk pengajaran pengayaan yang mungkin dapat ditempuh adalah dengan jalan menugasi murid:
a.       Membaca poko/sub pokok bahasan yang lain yang bersifat perluasan dan pendalaman dari poko/sub pokok bahasan yang sedang dipelajari.
b.      Melaksanakan kerja praktek atau percobaan-percobaan.
c.       Mengerjakan soal-soal latihan.

  1. Pembinaan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Baik
Sikap dan kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar. Dari hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan, antara lain oleh Rosmawati (1983) dan A. Muri Yusuf (1984) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berarti antara sikap dan kebiasaan belajar dengan hasil belajar. Sejalan dengan itu, Prayitno (1973) menyatakan bahwa:
“…cara belajar (yang meliputi berbagai kebiasaan dan sikap dalam belajar) akan sangat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Oleh sebab itu, jika seseorang murid mendapat nilai yang kurang memuaskan dalam belajar, salah satu faktor penting yang perlu diperiksa adalah bagaimana cara belajar yang ditempuh”.
Dengan berpedoman pada uraian di atas, maka sikap dan kebiasaan belajar itu memegang peranan penting. Sikap dan kebiasaan belajar itu tidak dibawa sejak lahir atau diturunkan dari kedua orang tua melainkan terbentuk dari hasil interaksi dengan dunia luar, dipelajari dan dilatihkan serta diterapkan secara terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan sikap dan kebiasaan belajar yang baik harus dilaksanakan sejak anak memasuki sekolah dasar dan dilanjutkan terus dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah.
Beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuh-kembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dari diri murid adalah:
a.       Membantu mrid menyusun rencana belajar yang baik.
b.      Membantu murid mengikuti kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas.
c.       Melatih murid membaca cepat.
d.      Melatih murid untuk dapat mempelajari buku pelajaran secara efisien dan efektif.
e.       Membiasakan murid mengerjakan tugas-tugas secara teratur, bersih dan rapi.
f.       Membantu murid menyusun jadwal belajar dan mematuhi jadwal yang telah disusunnya.
g.      Membantu murid agar dapat berkembang secara wajar dan sehat.
h.      Membantu murid mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian, yang meliputi persiapan mental, penguasaan bahan pelajaran, cara-cara menjawab soal ujian, dan segi-segi administratif penyelenggaraan ujian.

  1. Meningkatkan Motivasi Murid untuk Belajar
“Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk mengerahkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu” (Ngalim Purwanto, 1990; 73).

Dalam belajar, motivasi memegang peranan yang sangat penting dan menentukan pencapaian tujuan belajar. Di sekolah sering kali ditemukan adanya murid-murid yang malas dalam belajar. Murid-murid seperti ini tidak sewajarnya dibiarkan begitu saja, karena akan dapat mengurangi efektivitas belajar murid itu sendiri. Untuk murid yang seperti itu hendaklah diupayakan agar senantiasa meningkatkan motivasi mereka dalam belajar. Meningkatkan motivasi di sini berarti menggerakkan murid untuk ingin belajar. Berkenaan dengan hal ini, di samping memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip belajar yang efektif di dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, guru harus perlu:
a.       Mempelajari hal-hal yang melatarbelakangi tingkah laku murid yang tidak mau belajar.
b.      Memberikan bantuan untuk peningkatan motivasi belajar berdasarkan atas pemahaman yang mendalam tentang latar belakang tingkah laku murid itu, guru memberikan bantuan untuk peningkatan motivasi belajar.
c.       Menyadarkan murid tentang adanya semacam kekurangan yang dimilikinya dengan maksud agar ia merasakan adanya suatu kebutuhan untuk ingin belajar.

Di bawah ini dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan motivasi murid-murid dalam belajar (Dorothy Keiter, 1975).
a.       Tentukanlah tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh murid dalam belajar.
b.      Usahakanlah menimbulkan minat murid agar untuk mau mempelajari mata pelajaran yang bersangkutan.
c.       Ikutsertakanlah semua aspek kehidupan anak sebagai sumber pelajaran.
d.      Hubungkanlah hal-hal yang dipelajari dengan kehidupan murid.
e.       Perbanyaklah hal-hal yang menarik perhatian murid, tetapi jangan berhenti di situ.
f.       Tunjukkanlah kepada murid-murid apa yang dapat mereka harapkan untuk dicapai.
g.      Doronglah murid untuk menggunakan informasi yang dimilikinya.














Komentar

  1. KISAH SUKSES SAYA MASUK JADI
    mahasiswa FK UI yg saat ini sedang koas, alhamdulillah berkat bantuan pejabat tinggi kemenkes bpk kepala pusat data dan informasi di kemenkes pusat jakarta beliau atas nama bpk DR.DRH. DIDIK BUDIJANTO .M.kes no hp beliau yang selalu aktif :
    0853-2174-0123

    Awal cerita saya ini berawal dari temen saya yang telah sukses dari FK di universitas negeri di UI Depok, nah saya bertemu teman saya itu di depan bibel salah satu wilayah di depok karena di situ ada cafe nongkron, saya di ajak nongkron, dan waktu itu saya lansung curhat masalah cita cita saya ingin masuk di FK UI depok, nah di situ saya menetes'kan air mata di depan temen saya yang sudah sukses, alhamdulillah kata temen saya, ada seseorang yang bisa bantu kamu kata'nya ini orang yang juga pernah membantu saya kemarin sewaktu pas saya rencana mau masuk pendaftaran juga, kata'nya temen saya beliau adalah pejabat tinggi di KEEMNKES, beliau kata'nya bisa menjembatangi ke anggota dekanat FK seluruh indonesia.

    Info dari saya bagi adik2 yang mau masuk FK, jangan takut, coba saja dulu. Jangan menerima mentah2 informasi di blog yang bikin anda ragu,

    Sekedar info, UGM saat ini bukan BPHP lagi tapi jadi BLU
    intinya, semua manajemen keuangan tidak sepenuhnya dikelola secara otonomi tapi di kembalikan ke pemerintah, Jalur masuknya undangan, SBMPTN untuk reguler; dan tes mandiri untuk inter. Inter memang jauh lebih mahal, bisa 30 jutaan per semester (denger2 pake dollar bayarnya). Tapi itu wajar, mengingat fasiitas yang diberikan fakultas untuk program inter.

    Ada kabar yang menyebutkan uang pangkal kemungkinan tidak ada
    tapi uang per semester tidak lagi 2,1 juta. Kemungkinan uang per semester meningkat jauh untuk kompensasi tidak adanya uang pangkal. Jumlahnya belum tau.

    Pengalaman saya di FK UI, ada banyak sekali jenis beasiswa yang bisa diambil, misal PPA, BBM, BOP, beberapa bank, beberapa instansi, asal rajin cari info dan mau mencoba.

    Bagi anak berprestasi tapi kurang mampu, fakultas juga menyediakan dana bantuan khusus.

    Bahkan, jika di tengah pendidikan ada mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial, dapat mengajukan surat keringanan ke dekanat.

    Memang wajar jika biaya di FK tinggi, mengingat sarana untuk praktikum dan perkuliahan memang membutuhkan dana yang besar. Namun bukan berarti hanya orang kaya yang bisa masuk FK.

    Selalu ada jalan bagi yang mau berusaha silah'kan saja hub bpk dr.drh didik budijanto. M.kes siapa tau beliau bisa bantu anda teman teman. WASS.. ...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Model-Model Pembelajaran Pkn di SD

Contoh Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Cecimpedan lan Wewangsalan Bali