Teori Belajar KKH
Pada kesempatan kita kali ini, kita akan membahas teori belajar yang sudah sering digunakan dalam pembelajaran, khususnya di Sekolah Dasar. Teori belajar tersebut adalah KKH atau Teori Belajar Kognitivisme, Konstruktivisme, dan Humanisme. Dibawah ini saya sajikan sedikit mengenai salah satu teori yaitu teori belajar kognitif. Untuk lebih jelasnya silakan download di bawah ini!!
Teori Belajar Kognitif
a. Pengertian
Teori
belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur
kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus
yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada
proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
Teori belajar kognitif lebih
menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif
dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas
mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi
aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat
relatif dan berbekas. Teori belajar pengolahan informasi yaitu salah satu teori belajar
kognitif.
b. Tokoh-Tokoh Aliran Kognitif
1.
Teori Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget
Dalam
teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog
developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi
serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut
Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang
sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,
melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak
yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa
tahap yaitu:
a)
Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah
kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan
kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
Cirri-ciri tahap sensorimotor :
1)
Didasarkan tindakan praktis.
2)
Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
3)
Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.
4)
Mengenai periode sensorimotor:
5)
Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pd
banyak faktor: lingkungan sosial dan kematangan fisik.
6)
Urutan periode tetap.
7)
Perkembangan gradual dan merupakan proses yang kontinu.
b) Tahap pre – operational,
yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini
diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah
dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c) Tahap concrete – operational,
yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan
diri pada karakteristik perseptual pasif.
d) Tahap formal – operational,
yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri
pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan
logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam
pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara
simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi
jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi
jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi
/ di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam
teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan
(equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah
pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat
dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses
perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium
melalui asimilasi dan akomodasi.
Belajar Sebagai Proses Kognitif
Teori
kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,
menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi
menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses
belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi
seseorang (Mulyati, 2005)
Teori
belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari
beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat
pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan
dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika
keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi
kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam
proses pendidikan.
Sebagai
misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi
pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa
justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat
penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi
kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas
membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh
siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari
poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar
kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta
merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih
untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan
sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara
karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan
pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
Komentar
Posting Komentar