Pilar Pendidikan
PILAR-PILAR PENDIDIKAN
Ada enam pilar pendidikan yang direkomendasikan UNESCO
yang dapat digunakan sebagai prinsip pembelajaran yang bisa diterapkan di dunia
pendidikan.
1. Learning to
Know
Learning to know bukan sebatas mengetahui dan memiliki
materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-lamanya
dengan setepat-tepatnya, sesuai dengan petunjuk’petunjuk yang telah diberikan,
namun juga kemampuan dalam memahami makna di balik materi ajar yang telah
diterimanya. Dengan learning to know, kemampuan menangkap peluang untuk
melakukan pendekatan ilmiah diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya melalui
logika empirisme semata, tetapi juga secara transendental, yaitu kemampuan
mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.
2. Learning to
Do
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to
know. Kelemahan model pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan adalah
mengajarkan “omong” (baca: teori), dan kurang menuntun orang untuk “berbuat”
(praktek). Semangat retorika lebih besar dari action. Yang dimaksud learn¬ing
to do bukanlah kemampuan berbuat mekanis dan pertukangan tanpa pemikiran. Dengan
demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan
menumbuhkembangkan kerja, juga bagai¬mana mengembangkan teori atau konsep
intelektualitasnya.
3. Learning to
Be
Melengkapi learning to know dan learning to do, Robinson
Crussoe berpendapat bahwa manusia itu hidup sendiri tanpa kerja sama atau
saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini bisa hanyut
ditelan masa jika tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to be akan
menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan
nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.
4. Learning to
Live Together
Learning to live together ini merupakan kelanjutan yang
tidak dapat dielakkan dari ketiga poin di atas. Oleh karena itu, premis ini
menuntut seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi educated person yang
bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.
5. Learning How
to Learn
Sekolah boleh saja selesai, tetapi belajar tidak boleh
berhenti. Pepatah, “Satu masalah terjawab, seribu masalah menunggu untuk
dijawab”, seakan sudab menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan dalam kehidupan
yang serba modern ini. Oleh karena itu, Learning How to Leam akan membawa
peserta didik pada kemampuan untuk dapat mengembangkan strategi dan kiat
belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif, efektif, efisien, dan penuh
percaya diri, karena masyarakat baru adalah learning society atau knowledge
society. Orang-orang yang mampu menduduki posisi sosial yang tinggi dan penting
ada¬lah mereka yang mampu belajar lebih lanjut.
Learning How to Learn memerlukan model pembelajaran baru,
yaitu pergeseran dari model belajar “memilih” (menghafal) menjadi model belajar
“menjadi” (mencari/meneliti). Asumsi yang digunakan dalam model belajar
“memiliki” adalah “pendidik tahu”, peserta didik tidak tahu. Oleh karena itu,
pendidik memberi pelajaran, peserta didik menerima. Yang dipentingkan dalam
model belajar “memiliki” ini adalah penerima pelajaran, yang akan menerima
sebanyak-banyaknya, menyimpan selama-lamanya, dan menggunakannya sesuai dengan
aslinya serta menurut instruksi yang telah diberikan. Sebaliknya, pada proses
belajar “menjadi”, peserta didik sendiri yang mencari dan menemukan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya, sedang pendidik dituntut
membimbing, memotivasi, memfasilitasi, memprovokasi, dan memersuasi.
6. Learning
Throughout Learn
Perubahan dan perkembangan kehidupan berjalan terus
menerus yang semakin keras dan rumit. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain
kecuali harus belajar terus menerus sepanjang hayat. Learning Throughout Life
ini menuntun dan memberi pencerahan pada peserta didik bahwa ilmu bukanlah
hasil buatan manusia, tetapi merupakan hasil temuan atau hasil pencarian
manusia. Karena ilmu adalah ilmu Tuhan yang tidak terbatas dan harus dicari,
maka upaya mencarinya juga tidak mengenal kata berhenti.
Bertolak dari butir-butir tersebut, gagasan paradigma
baru pendidikan Indonesia dalam abad mendatang adalah: pertama, mengubah dan mengembangkan
paradigma lama menjadi paradigma baru. Tinggalkan yang sudah tidak sesuai
dengan tuntutan kondisi terkini. Kembangkan nilai-nilai lama yang sekiranya
masih dapat dimanfaatkan, dan ciptakan pandangan baru yang sesuai dengan
kebutuhan atau tantangan zaman. Termasuk di sini adalah perubahan pendekatan
dalam pendidikan yang sentralistik dan segregatif, serta mewujudkan pendidikan
masa depan dan nasional menuju terwujudnya suatu masyarakat dunia yang damai.
Pendidikan untuk perdamaian dunia hanya mungkin terwujud di dalam sua¬tu
pendidikan yang dimulai di dalam masyarakat lokal yang berbudaya.
Kedua, perlunya perubahan metode penyampaian materi
pendidikan. Metode yang kita gunakan selama ini rasanya terlampau banyak
menekankan penguasaan informasi untuk menyelesaikan masalah. Akibatnya, kita
hanya mengutamakan manusia yang patuh dan kurang memikirkan terbinanya manusia
kreatif. Ketiga, paradigma pendidikan agama yang eksklusif, dikotomis, dan
parsial harus diubah menjadi pendidikan yang inklusif, integralistik, dan
holistis.
Komentar
Posting Komentar